Recent

Syeikh Abul Hasan Asy Syadzili : Tentang "Siksaan"

Siksaan itu terdiri dari empat macam : 1. Siksaan melalui adzab. 2. Siksaan melalui hijab. 3. Siksaan melalui pengekangan , dan 4. Siksaan ...

Gus Dur : Tentang tasawuf dan Wihdatul Wujud (Manunggaling kawula lan Gusti)

Di dalam sebuah buku, Alwi Shihab pernah memaparkan bahwa penyebaran Islam di Negeri ini dilakukan antara lain oleh kaum Ulama pesantren.

Dari Mujahadah ke Muraqabah, sampailah pada Musyahadah

Mujahadah : Berjihad menumpas hawa nafsu yang menghalangi jiwa untuk dekat kepada Allah Ta’ala. Muraqabah : Memperhatikan gerak-gerik hati,...

Kita sering merasa yakin, tahukah apa itu "Yakin"?

Dan diantara tanda-tanda Ulama’ Akhirat itu ialah sangat bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu adalah modal Agama....

Menjadi Manusia Yang Manusiawi

Maksud dari kalimat "Manusia yang manusiawi" adalah menjadi manusia yang baik dan benar, serta manusia yang benar dan baik.

Sunday, December 4, 2011

Madah dan Do'a (Estetika Sufistik)

Manusia adalah makhluk tidak berdaya da hadapan alam semesta dan prahara kehidupan di dalamnya. ia akan mampu mengatasi dan menemukan kekuatannya hanya dalam iman dan keterpeliharaan eksistensinya dari hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang Allah Ta'ala. manusia tidak mungkin menghindar dari kebutuhannya terhadap Allah Ta'ala. media yang paling tepat untuk sampai kepada-Nya adalah do'a, karena do'a merupakan ekspresi manusia untuk mengungkapkan kata-kata dan mengadukan segala kerisauan hati kepada Penciptanya.

Oleh karena itu, madah dan do'a (Al-Ibtihal) merupakan satu pondasi yang kokoh, tempat bernaung, dan berlindung bagi orang mukmin dari hempasan badai. tema-tema yang disampaikan dalam madah dan do'a di dalam kesusastraan Arab sangat beragam semenjak turunnya AlQur-an; dalam berbagai ayat Al-Dzikir Al-Hakim banyak ditemukan madah dan do'a yang diekspresikan dari perasaan terdalam seperti terdapat di dalam hadits-hadits Nabi. apa yang dimetaforkan dalam estetika sakral itu, merupakan metafora agung dari hadits Nabi SAW yang ditransmisikan oleh orang-orang ikhlas dalam bentuk puisi maupun prosa.

Dalam kitab-kitab klasik termaktub tema-tema madah dari para pendahulu, baik dari golongan sahabat maupun tabiin. diantara mereka adalah Imam Ali Ibn Abi Thalib, Ali Zainal Abidin, Rabi'ah Al-Adawiyah, Abi Hayyan, Al-Tauhidi, Ibn Al-Faridl, AL-Bira'i, Abu Hasan Al-Syadzili, dan Musthafa Al-Bakri. Ibarat air jernih, kitab-kitab klasik tersebut telah menjadi sumber inspirasi yang tidak pernah kering untuk direguk oleh pelaku madah sampai saat ini. mereka mempublikasikannya melalui berbagai media radio dan televisi. dan kita pun, pada saat ini memiliki peluang besar menjadi orang-orang ikhlas, dengan menjaga media-media yang ada, mengarahkannya untuk kepentingan kemaslahatan dan memeliharanya dari kekeliruan, bukan dengan menilainya sebagi sesuatu yang negatif dan menghancurkan.

Kritik bagi pelaku madah dan do'a.
Materi acara televisi dan radio, dipandang bagus jika mampu membuat acara beragam. di satu sisi media harus mampu menyediakan ruang waktu untuk mengekspresikan madah dan do'a sebagai sebuah estetika, namun disisi lain ruang dan waktu untuk membacakan ayat-ayat suci AlQur-an harus mendapat porsi yang seimbang. materi acara seperti ini, patut diacungi jempol dan dipertahankan karena akan bermanfaat bagi bertmbahnya intensitas kekuatan spiritual dalam kehidupan masyrakat saat ini. bahkan acara-acara tersebut harus diberikan durasi waktu di sela-sela padatnya jadwal lain. namun yang terjadi, mereka lebih suka men-sejajarkan madah dan do'a religius serta acara lainnya dengan kandungan siaran AlQur-an Al-Karim.

Banyak orang berpendapat, kebanyakan para pendendang madah dan do'a tidak berpatokan pada pengucapan yang benar dan kehati-hatian, seringkali mereka mengulang beberapa bait puisi terlebih dahulu, kemudian disusul dengan struktur kata-kata yang tidak perlu dan melompat-lompat, sehingga makna yang terkandung di dalam teks menjadi kabur dn sulit dipahami. mereka tidak memahami, bahkan keterkaitan bit akan sangat berpengaruh kepada makna, sehingga bila dikutip secara serampangan akan menyebabkan pembiasan arti teks aslinya bahkan hilang. ini terjadi disebabkan pemilihan mereka terhadap teks yang lemah strukturnya, mereka mengutipnya hanya untuk dijadikan justifikasi pemikiran sesuka hati.

Thursday, November 17, 2011

Kisah Ganjil Seputar Rabi'ah Al Adawiyah

Dalam buku Shofwah Al Shofwah, Ibnu Al Jawzi meriwayatkan melalui sanad yang sampai kepada pelayan Rabi'ah Al Adawiyah, Abidah binti Syawil. Ia berkata :"Rabi'ah bercerita tentang tuannya pada masa akhir hayatnya:

"Rabi'ah Al Adawiyah adalah sosok wanita yang menghabiskan malamnya dengan Qiyamul Lail (shalat). sewaktu fajar menyemburat diufuk timur, beliau masih tertidur lelap di atas sajadahnya. dan ketika fajar menyingsing beliau terbangun tergagap-gagap sambil berdo'a, "Wahai nafsu, berapa lama engkau tertidur dan sampai kapan engkau tetap tertidur? kuingatkan kepadamu, bahwa tidurmu sesaat saja hanyalah menopang penyesalan di hari manusia dikumpulkan." beliau selalu mengulang do'a itu setiap terbangun dari tidur sampai maut menjemputnya.

Ketika kematian telah menghampiri, beliau memanggil saya dan berpesan, "Jangan biarkan seorangpun menodai mayatku. kafanilah aku dengan jubah yang kukenakan ini". dan beliau pun menutuo mata untuk selamanya.

Abidah melanjutkan, "Ketika beliau sudah meninggal, saya mengkafaninya dengan jubah yang dipesankan. dengan jubah itulah beliau menemui Allah Ta'ala."

Ungkapan "Wahai nafsu, berapa lama engkau tertidur dan sampai kapan engkau akan tetap tertidur? aku peringatkan padamu bahwa bahwa tidurmu sesaat saja hanyalah menopang penyesalan di hari manusia dikumpulkan." mengekspresikan perasaan sufistik yang sangat jarang terjadi dan terkesan ganjil. beliau menghabiskan waktu malamnya untuk terus beribadah, dan mencerca keterlambatan bangunnya di waktu fajar. beliau merasa kehilangan kesempatan bermunajat kepada Allah Ta'ala di waktu sahur dimana orang-orang sedang tidur mengistirahatkan badan. kita melihat ratapan puitisnya yang bermuatan do'a penyesalan, dan semua itu bertolak dari persaan-perasaan sufistiknya.

Friday, October 28, 2011

Imam Al-Ghazaliy: Tentang Hakikat Kemuliaan Akal

Mungkin telah banyak kita ketahui tentang akal, dan perlu kita tahu bahwa pembahasan kali ini bukanlah bermaksud untuk mempersulit kejelasan tentang akal itu sendiri.

Akal adalah tempat bersandar-nya ilmu yang pertama kali sebelum ilmu itu masuk ke hati seseorang dan ter-patri disana, tempat terbit dan sendi dari ilmu. bagaimana bisa akal itu tidak mulia sedangkan ia adalah jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. sedangkan hewan dalam kepicikan tamyis-nya (sifat hewan dalam membedakan sesuatu) merasa kecut terhadap akal. sehingga seekor hewan yang bertubuh besar sekalipun, yang punya keberanian luar biasa dan bertenaga kuat, apabila melihat manusia lalu merasa kecut (ciut) dan takut karena dirasakan-nya manusia itu akan menggagahinya, karena keistimewaannya manusia, memperoleh hela dan daya upaya.

Dari itu, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Seorang Syeikh (kepala) pada kaumnya adalah seperti Nabi pada umatnya." bukan karena Syeikh itu banyak hartanya, besar tubuhnya dan lebih kekuatannya, tetapi karena pengelamannya yang lebih sebagai hasil dari akalnya. oleh karena itu pula, ketika kebanyakan orang yang ingkar akan membunuh Rasulullah SAW, maka tatkala pandangan mereka jatuh pada Nabi SAW dan gemetar dengan sinar wajah beliau yang mulia, lalu timbullah ketakutan dihati mereka. kelihatan kepada mereka suatu yang bersinar gilang gemilang atas keelokan wajah beliau dari Nur keNabian. meskipun itu adalah suatu kebatinan dalam diri Rasulullah SAW sebagaimana kebatinan akalnya.

Kemuliaan akal dapat diketahui dengan mudah. hanya maksud kami disini hendak membentangkan hadits-hadits dan ayat-ayat yang menyebutkan kemuliaan akal tersebut.

Allah Ta'ala menamakan akal itu dengan "nur" dalam firman-Nya: "Allah Ta'ala pemberi nur bagi langit dan bumi. bandingan nur-Nya adalah seperti satu kurungan pelita yang didalamnya ada pelita..." (S. An Nur, ayat 35).

Dan Allah Ta'ala menamakan ilmu yang diperoleh dari akal itu dengan sebutan ruh, wahyu dan hidup. Berfirman Allah Ta'ala: "Begitulah Kami wahyukan kepada engkau ruh itu dengan perintah Kami." (S. Asy Syura, ayat 52).
"Apakah orang-orang yang sudah mati, kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, dengan itu dia dapat berjalan ditengah-tengah manusia." (S. Al An'am, ayat 122).

Kalau Al-Qur-an menyebutkan An-Nur (cahaya) dan Adh-Dhulmah (gelap) maka maksudnya adalah ilmu pengetahuan dan kebodohan, seperti firman-Nya: "Dikeluarkan mereka oleh Tuhan dari kegelapan (kebodohan)kepada nur-cahaya (ilmu pengetahuan)." (S. Al Baqarah, ayat 257). dan bersabda Nabi Muhammad SAW: "Wahai manusia ! pakailah akal untuk mengenal Tuhanmu, nasehat-nasehatilah dengan menggunakan akal, niscaya kamu ketahui apa yang diperintahkan kepadamu dan apa yang dilarang! ketahuilah bahwa akal itu menolong kamu untuk mengenal Tuhanmu! ketahuilah bahwa orang yang berakal itu orang yang menta'ati Allah Ta'ala, meskipun mukanya tidak cantik, dirinya hina, kedudukannya rendah dan bentuknya buruk. dan orang yang bodoh ialah orang yang mendurhakai Allah Ta'ala, meskipun mukanya cantik, dia orang besar, kedudukannya mulia, bentuknya bagus, lancar dan pandai berbicara. beruk dan khinzir lebih lebih berakal disisi Allah Ta'ala dari pada orang yang mendurhakai-Nya. engkau jangan tertipu dengan pernghormatan penduduk dunia kepadamu, sebab merek termasuk orang yang merugi."

Bersabda Rasulullah SAW: "Yang pertama dijadikan Allah Ta'ala ialah akal, maka berfirman Allah Ta'ala kepadanya: Menghadaplah! lalu menghadaplah ia. kemudian Allah Ta'ala berfirman: Membelakanglah!lalu membelakanglah ia. Kemudian Allah Ta'ala berfirman: Demi kemuliaan-Ku dan demi Kebesaran-Ku! Tidak aku jadikan suatu makhluk pun yang lebih mulia disisiKu selin engkau. dengn engkau Aku mengambil, dengan engkau Aku memberi, dengan engkau Aku memberi pahala, dan dengan engkau Aku memberi siksaan."

Andai kita bertanya, jika akal itu adalah sifat, maka bagaimanakah ia dijadikan sebelum tubuh dan jika ia zat, maka bagaimanakah zat itu berdiri sendiri dan tidak berpihak.?

Perlu kita tahu bahwa ini adalah sebagian dari ilmu mukasyafah, maka tidaklah layak diterangkan dengan ilmu mu'amalah. sedangkan maksud kami diatas adalah menerangkan akal dari segi ilmu mu'amalah.

Wednesday, October 26, 2011

Fatwa-fatwa para sufi

Fatwa Syaikh Hasan Basari RA
1. Seandainya tidak ada Wali Abdal niscaya bumi beserta isinya akan runtuh, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Wali Abdal itu berjumlah 40 orang laki-laki, 22 berada di negeri Syam, dan 18 orang berada di nagara Iraq, disaat salah satu dari mereka meninggal maka Allah Ta'ala memberikan penggantinya ketika datang suatu perintah Allah Ta'ala, maka mereka semua dimatikan, disaat itu datanglah hari Qiamat."
2. Seandainya tidak ada orang-orang shaleh niscaya orang-orang yang berbuat kemaksiatan akan celaka. Maka muliakanlah orang-orang yang shaleh, kapanpun dan dimanapun meraka berada.
3. Seandainya tidak ada Ulama' niscaya seluruh manusia akan berbuat (bertingkah) seperti binatang.
4. Seandainya tidak ada penguasa, niscaya sebagian rakyat akan merusak sebagian rakyat yang lain.
5. Seandainya tidak ada agin, niscaya segala sesuatu di bumi ini akan berbau busuk.

Fatwa Shahabat Ali Karamallahu waj-hah
Shahabat Ali Karamallahu waj-hah bersabda:
"Agama dan dunia tidak akan henti-hentinya berdiri tegak selama 4 perbuatan masih dijalankan, yaitu:
1. Selama orang tua tidak bakhil.
2. Selama para Ulama' mau mengamalkan ilmunya.
3. Selama orang-orang bodoh tidak takabur dari perkara yang tidak mereka ketahui.
4. Selama orang faqir tidak menjual akhiratnya (tidak meninggalkan agamanya untuk mencari dunia)."

Fatwa Syaikh Muhammad Bin Ahmad RA tentang Nabi Yahya AS
Muhammad Bin Ahmad RA mejelaskan firman Allah Ta'ala yang berbunyi:
"Menjadi pemimpin, orang yang banyak menahan diri, menjadi Nabi dari keturunan orang-orang shaleh."
Kemudian Syaikh Muhammad berkata:
Allah Ta'ala menyebut Nabi Yahya AS dengan nama Saiyid sedangkan ia adalah hamba Allah Ta'ala karena Nabi Yahya AS telah mampu mengalahkan empat perkara, yaitu:
1. Mampu mengalahkan hawa nafsunya.
2. Mampu mengalahkan iblis.
3. Mampu mengalahkan lisannya.
4. Mampu mengalahkan kemarahannya.

Fatwa Syaikh Ahnaf Bin Qais RA
Beliau berkata:
1. Tidak ada ketenangan bagi orang-orang yang hasud.
Sebagaimana fatwa Abdul Mu'thi As Salawya dari gurunya yang bernama Al Badar RA, yaitu bahwa orang yang hasud akan tertimapa lima kerusakan;
- Hina.
- Kesedihan yang berkepanjangan.
- Tidak mendapatkan pintu taufik.
- Mendapatkan musibah yang berkepanjangan yang tidak ada pahalanya.
- Mendapatkan siksa yang amat berat dari Allah Ta'ala.
Demikian juga Ali AL Mawardi berkata:
"Hakikat hasud ialah merasakan kesedihan yang amat sangat, sedangkan hakikat Al Munafasah ialah ingin memiliki keutamaan yang dimiliki orang lain."

2. Tidak mempunyai muru'ah (harga diri) bagi pembohong. Muru'ah ialah selalu menjaga sopan santun, perilaku baik sehingga tidak nampak kejelekan yang disengaja dan tidak berbuat kesalahan yang tercela.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Barangsiapa bergaul dengan orang lain tanpa pernah mendzalimi mereka, bercerita kepada mereka tanpa membohongi mereka, berjanji kepad mereka tanpa pernah mengingkari maka ia tergolong orang yang sempurna muru'ahnya, jelas sifat keadilannya. sedangkan menjalin tali persaudaraan dengannya adalah suatu kewajiban."

3. Tidak ada rekayasa bagi orang yang bakhil.
Sedangkan batasan orang dermawan ialah menyerahkan sesuatu yang masih dibutuhkan ketika ada hajat dan mendatangkan kepada orang yng berhak menerimanya sekira ia mampu, maka orang yang berada pada batasan tersebut dinamakan karim (orang yang dermawan) sekaligus patut untuk dipuji. sedangkan orang yang tidak sampai pada batasan tersebut dinamakan bakhil sekaligus berhak untuk dicela.

4. Tidak ada keinginan untuk memenuhi janjinya bagi para penguasa, karena mereka tidak memliki rasa malu dan takut terhadap rakyat.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Ada dua golongan dari umatku jika mereka baik maka umat akan baik, yaitu pemerintah dan Ulama'."

5. Tidak ada kehormatan bagi orang yang berakhlak buruk, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Akhlak yang buruk adalah suatu kejelekan sedangkan sejelek-jeleknya kalian adalah orang yang paling buruk akhlaknya."
"Sesungguhnya akhlak yang buruk dapat merusak amal sebagaimana cuka yang dapat menghilangkan manisnya madu."


6. Tidak ada yang mampu menghindar dari takdir Allah Ta'ala.

Friday, October 21, 2011

Mengenal Lebih Dekat Tentang 4 Macam Rizki

Akan semakin kuat rasa Tawakkal kita dengan mengetahui macam-macam rizki, dan perlu kita tahu bahwa rizki itu ada empat macam, yaitu:
1. Rizki Madlmun
2. Rizki Maqsum
3. Rizki Mamluk
4. Rizki Mau'ud


Rizki Madlmun
Yaitu rizki yang dipergunakan untuk penguat dan apa yang menyebabkan tubuh bisa bergerak, tanpa sebab-sebab lain. tanggungan Allah Ta'ala adalah untuk rizki semacam ini. orang wajib tawakkal menghadapi madlmun ini, berdasarkan dalil akal dan dalil syara'. karena, Allah ta'ala membebani kita supaya berkhidmat dab tha'at kepada Allah Ta'ala, dengan mempergunakan badan kita. jadi, Allah Ta'ala pasti menanggung apa yang bisa mencegah kerusakan badan, agar kita dapat melakukan apa yang dibebankan Allah Ta'ala kepada kita.

Sebagian Ulama madzhab Kiramiyah berkata dengan perkataan yang bagus menurut asalnya, "Menanggung rizki para hamba itu wajib, pada kebijaksanaan Allah Ta'ala, karena tiga hal, yaitu:
1. Allah Ta'ala itu sayid (Majikan/Tuan), sedangkan kita semua adalah budak. majikan tentu mencukupi makanan budak, seperti halnya budak wajib melayani majikannya.

2. Allah Ta'ala menciptakan para hamba, sedangkan para hamba membutuhkan rizki dan Allah Ta'ala tidak menjadikan jalan bagi mereka untuk mencari rizki (karena para hamba tidak mengetahui apa rizki mereka, dimana tempatnya, dan kapan datangnya), agar mereka mecari rizki itu sendiri di tempatnya dan dalam waktunya, agar mereka datang kepada rizki itu. jadi, Allah Ta'ala pasti mencukupi para hamba-Nya dalam masalah rizki dan Allah Ta'ala tentu mendatangkan para hamba itu kepada rizki mereka.

3. Allah Ta'ala itu membebani para hamba supaya berkhidmat, sedangkan orang yang mencari rizki adalah orang yang sibuk meninggalkan khidmat. jadi, Allah Ta'ala pasti mencukupi ongkos-ongkos hidup, supaya para hamba tekun berkhidmat kepada Allah T'ala".

Ini adalah ucapan orang yang tidak mengerti rahasia keTuhanan Allah Ta'ala. orang yang berkata bahwa Allah Ta'ala wajib memberikan rizki, adalah orang bingung. Guru Besar Imam Ghazali sudah menjelaskan kesalahan omongan atau iktikat semacam itu dalam ilmu kalam.

Rizki Maqsum
Yaitu rizki yang dibagikan oleh Allah Ta'ala dan ditetapkan oleh-Nya di Lauhil Mahfudh : apa yang dimakan hamba, apa yang diminum dan apa yang dipakai, masing-masing telah ditentukan Allah Ta'ala dengan ketetapan tertentu dan waktu yang tertentu pula, tidak lebih dan tidak kurang, tidak maju dan tidak pula mundur dari ketentuan menurut kenyataannya, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW:
"Rizki itu telah dibagi, lagi pula telah dibereskan. ketakwaan orang yang takwa tidak bisa menambah rizkinya dan kedurhakaan orang yang durhaka tidak akan mngurangi rizkiya".

Rizki mamluk
Yaitu rizki yang dimiliki oleh setiap hamba, yakni harta di dunia yang dimiliki menurut apa yang ditentukan Allah Ta'ala dan dibagikan Allah Ta'ala untuk dimiliki oleh hamba. itu adalah termasuk rizki Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman:
"Nafkahkanlah sebagian rizki yang telah kami berikan kepada kalian" --artinya: rizki yang diberikan Allah Ta'ala sebagai milik kalian.

Rizki Mau'ud
Yaitu rizki yang dijanjikan Allah Ta'ala kepada hamba-Nya yang bertakwa, sengan syarat takwa, rizki yang halal tanpa kesukaran.
Allah Ta'ala berfirman:
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah Ta'ala, maka Allah Ta'ala pasati menjadikannya bisa bebas dari kesusahan serta kesulitan. dan Allah Ta'ala bakal memberikan rizki kepadanya rizki yang datangnya tanpa disangka-sangka".

Sampai disini dulu keterangan mengenai macam-macam rizki dan penjelasannya, kewajiban tawakkal hanyalah pada urusan rizki madlmun. mari kita pahami baik-baik keterangan diatas sebelum kita membahas tentang "Batasan-batasan Tawakkal" yang (Insya Allah) akan saya tulis dalam artikel berikutnya. Semoga Rahmat Allah Ta'ala selalu mengiringi kita.

Saturday, October 8, 2011

Syeikh Abul Hasan Asy Syadzili : Tentang "Siksaan"


Siksaan itu terdiri dari empat macam :
1. Siksaan melalui adzab.
2. Siksaan melalui hijab.
3. Siksaan melalui pengekangan
, dan
4. Siksaan melalui kerusakan, yaitu kerusakan rahasia batin dalam meraih tujuan.

Siksaan adzab, muncul dari arah pelanggaran hal-hal yang dilarang oleh Allah Ta'ala.

Siksaan hijab, muncul bagi ahli tha'at, yaitu bentuk siksaan yang muncul karena etika ketaatan yang buruk.
Banyak manusia yang masih tidak mempedulikan etika beribadah yang sopan, tidak disiplin dalam beribadah, tidak disiplin dalam bersuci, dan yang lebih parahnya lagi mash banyak manusia yang menghadap Allah Ta'ala dengan pakaian yang tak sopan. sadarlah bahwa itu juga merupakan siksaan bagi ahli ta'at.

Siksa pengekangan, muncul dari arah keteguhan (yang berguncang). kesadaran akan posisi kita sebagai hamba adalah salah satu penyebabnya, dari kurangnya kesadaran itu akan muncul niat yang kurang kuat (sungguh-sungguh), dari niat yang masih lemah itulah goyahnya hati akan mudah terjadi.

Siksa kerusakan, muncul dari arah memburu ketergesaan dan kegelisahanm yang kemudian (terkadang) mempengeruhi seseorang hingga merusak rahasia batin. di masa sekarang, sering kali suasana hati masih di dominasi oleh perasaan terhadap sesama manusia yang kemudian bisa meredupkan rasa cinta kita terhadap Allah Ta'ala.

Janganlah engkau tertutupi oleh kelebihan dari Yang Maha Memberi kelebiihan. aku bertanya, "Ya Tuhan, bagaimana ini.?" DIA menjawab, "Ketahuilah, sesungguhnya wujudmu telah mendahului ilmumu, dan syukur adalah ilmumu". sedangkan wujudmu mendahului apa yang tampak, merupakan anugerah kelebihan-Nya kepadamu. apabila engkau merasa lebih, berarti engkau tertutupi (ter-hijab) kelebihan dari Yang Maha Memberi kelebihan. namun jika engkau berada di sisi-Nya dan bersama-Nya, maka tak ad ayang mendahului maupun didahului.

Dan jika engkau sebagai penyaksi yang muncul dari wujudmu kepada wujud-Nya, berarti engkau tertutup oleh pengetahuan.
Janganlah doamu (yang membuat hajatmu/kebutuhanmu tercapai) menjadikan kegembiraanmu tanpa gembira terhadap munajat kepada Kekasihmu (Allah Ta'ala), sehingga menyebabkan engkau termasuk orang-orang yang terhalangi (ter-hijab).

Thursday, August 18, 2011

Anekdot Al-Junaid


Abul Qasim Al-Junaid bin Muhammad wafat tahun 297 H / 910 M. Beliau adalah pemuka thariqat kaum sufi. Berasal dari Nahawand, namun lahir dan tumbuh besar di irak. Beliau dikenal sebagai seorang faqih dalam bidang mazhab Abu Tsaur, dan berfatwa di halaqahnya ketika usianya baru 20 tahun. Berguru kepada pamannya sendiri, As-Sary, Al-Harits Al-Muhasiby, serta Muhammad bin Ali Al-Qashshab.
Berikut adalah diantara ucapan beliau:
“Bila seseorang benar-benar menghadap Allah SWT selama sejuta tahun, lantas sejenak ia berpaling dari-Nya, segal sesuatu yang telah hilang sejenak itu nilainya lebih banyak daripada yang telah diperolehnya (selama sejuta tahun)”
“Taubat itu mempunyai tiga makna, pertama menyesali kesalahan, kedua berketetapan hati untuk tidak kembali pada dosa, ketiga membela orang-orang yang teraniaya.”

TIPU MUSLIHAT IBLIS.
Al-Junaid mengisahkan, “Suatu hari, aku berhasrat untuk melihat iblis. Aku berdiri di depan pintu Masjid dan melihat seorang lelaki tua mendekat dari kejauhan. Saat aku memandangnya, kengerian memasuki diriku.
‘Siapakah anda?’ tanyaku.
‘Yang ingin engkau temui.’ jawabnya.
‘Sang terkutuk.’ Pekikku.
‘Apa yang membuatmu tidak mau sujud kepda Adam?’
Ia menjawab, ‘Bagaimana menurutmu Junaid, apakah ak harus menyembah selain-Nya?.’
Al-Junaid mengatakan bahwa ia merasa bingung setelah mendengar perkataan iblis itu. Kemudian beliau berkata, ‘Sebuah suara berkata kepadaku dari dalam relung hatiku. Katakanlah (kepada iblis), engkau pembohong..!!! jika engkau benar-benar hamba Allah Ta’ala yang sejati, engkau pasti menuruti perintah-Nya. Engkau tidak akan pernah mengabaikan perintah itu dan bermain dengan penyangkalan.’ Saat iblis mendengar kata-kata itu, ia pun memekik dengan keras, ‘Demi Allah, Junaid. Engkau telah menghancurkanku.” Kemudian iblis itu pun lenyap.

BELAJAR YAKIN.
“Aku belajar keyakinan yang tulus dari seorang pemangkas rambut.” Kenang Al-Junaid, dan ia pun mengisahkan cerita berikut ini.
Suatu hari, saat aku berada di Makkah, seorang pemangkas sedang mencukur rambut seorang laki-laki terhormat.
Aku berkata padanya, “Demi Allah, dapatkah engkau memangkas rambutku?”
“Ya, tentu saja.” Katanya sambil bercucuran air mata, ia tidak menyelesaikan pekerjaannya terhadap lelaki terhormat itu.
“Berdirilah.” Katanya. “Saat nama Allah diucapkan yang lain harus menunggu.”
Ia pun mendudukkanku, mencium kepalaku, dan mencukur rambutku. Lalu ia memberikanku sebuah bungkusan kertas yang berisi sejumlah koin kecil.
“Belanjakanlah uang ini untuk keperluanmu.” Katanya.
Aku pun berketetapan hati untuk memberikan padanya hadiah pertama yang kuterima. Tidak berapa lama, aku dihadiahi sekantong emas dari Bashrah. Aku membawa emas itu kepada tukang cukur.
“Apa ini?” ia bertanya.
Aku menjelaskan, “aku telah berketetapan hati, bahwa hadiah pertama yang aku terima, akan aku berikan kepadamu. Aku baru saja mendapatkan ini.”
"Saudaraku," tukasnya.
"Tidakkah engkau malu kepada Allah SWT? engkau berkata kepadaku, -Demi Allah pangkaslah rambutku- lalu engkau memberiku hadiah. apa engkau pernah mendengar ada seorang melakukan sesuatu karena Allah Ta'ala lalu meminta bayaran?".

SAUDARA SEJATI.
"Zaman sekarang ini, saudara seiman semakin sulit untuk ditemui." kata seorang lelaki di hadapan Junaid.
Junaid berkata, "Jika engkau mencari seseorang untuk menanggung bebanmu, memang orang seperti itu jarang dan sulit sekali untuk ditemukan. namun jika engkau mencari seseorang untuk engkau pikul bebannya, orang seperti itu banyak dan dapat engkau jumpai bersamaku."

KE-ESA-AN ILAHI.
Kapan pun Junaid berbicara tentang ke-Esa-an Ilahi, tiap kali ia memulai dengan ungkapan yang berbeda yang tak dapat dimengerti oleh seorang pun.
Suatu hari, Syibli berada di majelis Junaid dan mengucapkan kata 'Allah'.
Junaid berkata, "Jika Tuhan tidak hadir, menyebut 'Yang tidak hadir' adalah tanda ketidak hadiran (maksudnya, ketidak hadiran Tuhan di hati), dan ketidak hadiran adalah suatu hal yang terlarang. Jika Tuhan hadir, maka menyebut nama-Nya saat membayangkan-Nya hadir (maksudnya, saat Tuhan hadir di hati) adalah tanda ketidak sopanan."

SAKSI BAJU SENDIRI.
Suatu malam, seorang pencuri memasuki kamar Junaid. setelah melihat bahwa tidak ada apa-apa di dalam kamar itu kecuali sehelai pakaian, pencuri itu pun mengambil pakaian itu lalu pergi.
Keesokan harinya, Junaid melewati pasar dan melihat pakaiannya ada di tangan seorang pedagang yang sedang menawarkannya pada seorang laki-laki.
"Sebelum membelinya, aku ingin engkau menghadirkan seseorang untuk bersaksi bahwa pakaian ini memang benar-benar melikmu." kata si calon pembeli.
Junaid pun mendekat dan berkata, "Aku siap untuk bersaksi bahwa pakaian ini memang benar-benar miliknya."
Akhirnya laki-laki itu pun membeli pakaian tersebut.

Saturday, June 4, 2011

Gus Dur : Tentang tasawuf dan Wihdatul Wujud (Manunggaling kawula lan Gusti)


Di dalam sebuah buku, Alwi Shihab pernah memaparkan bahwa penyebaran Islam di Negeri ini dilakukan antara lain oleh kaum Ulama pesantren. Mereka ini menggunakan tasawuf suni sebagai pegangan dalam penyebaran agama Islam, semenjak beberapa abad yang lalu. Dengan tasawuf tersebut, mereka melawan padangan kaum kebatinan, yang dalam budaya jawa dikenal dengan nama kejawen. Bukti sejarah atas penentangan mereka itu adalah kisah Syeikh Siti Jenar (Syeikh Lemah Abang) sebagai orang yang menyimpang dari tasawuf suni di atas, dan karena itu beliau di hukum mati oleh para Wali Sanga (Wali Sembilan). Mereka yang mengikuti pandangan itu, pada akhirnya mengembangkan paham kebatinan/kejawen di negeri kita.

KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menolak anggapan ini (karena memang legenda hukuman mati atas tokoh tersebut dapat ditafsirkan dari sudut pandang yang berbeda-beda), Gus Dur mempunyai anggapan lain, yang tentu merupakan penafsiran beliau sendiri atas “kejadian” tersebut. Dengan mengetahui perbedaan pandangan itu, Gus Dur yakin kekayaan akan “Sejarah Pemikiran” di negeri ini semakin berkembang.

Gus Dur melihat kejadian itu dari sudut pandang yang berbeda. Jika Alwi Shihab menganggap para Ulama di negeri ini menentang kebatinan, berarti para Ulama itu juga menentang salah satu bentuk Wihdatul Wujud (Pantheisme, manungaling kawula lan Gusti), maka Gus Dur memiliki anggapan lain. Dalam pandangan Gus Dur, hukuman mati yang dijatuhkan para Wali Sanga atas Syeikh Siti Jenar, bukanlah karena beliau berpaham Wihdatul Wujud melainkan karena sebab lain. yaitu karena Beliau mengajarkan paham itu kepada orang banyak (yang kebanyakan masih awam).

Dalam pandangan Gus Dur, “dosa” Syeikh Siti Jenar bukan terletak pada penerimaan beliau pada Wihdatul Wujud, melainkan “Sikap gegabah beliau dalam mengajarkan paham tersebut di kalangan orang banyak (yang banyak diantara mereka masih awam)”. Karena itulah, kaum penganjur tarekat (dikenal di sini sebagai kaum tasawuf, sufi) selalu menekankan pentingnya menjalankan syari’at sebelum ber-tasawuf.

Pandangan semacam ini dikenal di kalangan NU (Nahdlatul Ulama) dan kaum tradisionalis lain dengan ungkapan “Man yatakhaqq' wa lam yatasyarra’ fahuwa zindiqum (orang yang berpandangan hakikat dan tidak menjalankan syari’at, adalah orang yang sesat). Kesimpulan dari pandangan ini adalah anggapan para Ulama tradisionalis kita yang tidak menolak Wihdatul Wujud-nya Ibnu ‘Arabi, melainkan melarang penyebarannya di kalangan masyarakat yang masih awam.

Dari kesimpulan tersebut, Gus Dur beranggapan Ulama’ tradisionalis kita banyak yang mengambil ajaran Wihdatul Wujud bagi diri mereka sendiri, karena mereka sudah menguasai syari’at, yang dalam hal ini berbentuk fiqih (Hukum Islam). Dengan kata lain, mereka menolak penyebaran Wihdatul Wujud tersebut di kalangan masyarakat awam, tetapi bagi kepentingan diri mereka sendiri, mereka juga menjalankan ajaran tersebut secara tertutup. Ajaran Wihdatul Wujud yang digunakan itu terutama adalah Wihdatul Syuhud (ajaran mengetahui sesuatu sebelum terjadi –dalam ajaran jawa dikenal dengan nama weruh sedurunge winarah-).

Dengan menggunakan pandangan ini, dapat dilihat bahwa kaum Ulama tradisionalis kita tidak menolak ajaran Wihdatul Wujud itu, melainkan dilarang penyebarannya secara gegabah. Jadi dengan demikian, antara kaum syara’ dan kaum kebatinan memang berbeda tetapi tidak bertentangan. Dengan kata lain pula, bahwa tidak ada pertentangan prinsipal antara kaum Wihdatul Wujud dan kaum syari’at yang menggunakan referensi fiqih. Ini semua, tentu membawa konsekuensi-konsekuensi bagi pengembangan tradisi demokratisasi di negeri kita.

Referensi : Buku "Gus Dur menjawab kegelisahan rakyat"

Sunday, May 29, 2011

Kita sering merasa yakin, tahukah apa itu "Yakin"?


Dan diantara tanda-tanda Ulama’ Akhirat itu ialah sangat bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu adalah modal Agama. Rasulullah SAW bersabda : “Keyakinan (Al-yaqin) itu adalah iman seluruhnya”.

Maka tidak boleh tidak mempelajari Ilmul Yaqin, yakni sebagian permulaan-permulaannya, kemudian terbukalah jalan bagi hatinya.

Dan karena itulah Rasulullah SAW bersabda : “Pelajarilah keyakinan!”, maksudnya adalah : duduklah bersama orang-orang yang berkeyakinan (Al-Muqinin) dan dengarlah dari mereka ilmul yaqin, biasakanlah mengikuti mereka, supaya kuatlah keyakinanmu, sebagaimana kuatnya keyakinan mereka.

Sedikit keyakinan itu masih lebih baik dari banyaknya amal. Nabi Muhammad SAW bersabda (tatkala dikatakan pada beliau) tentang orang yang baik yakinnya tetapi banyak dosanya dan orang rajin beribadah tetapi sedikit yakinnya, beliau bersabda : “Tak ada anak Adam melainkan mempunyai dosa. Tetapi orang yang berakal dan berkeyakinan, dosana tidaklah mendatangkan kemelaratan padanya. Karena, setiap ia melakukan dosa, ia akan bertaubat, meminta ampun dan menyesal. Maka tertutuplah (terhapuslah) seua dosanya dan tinggalah baginya keutamaan, dimana ia akan masuk surga dengan keutamaan itu”.

Dan jika kita bertanya : Apakah arti yakin itu? Dan apa maksud dari kuat atau lemahnya keyakinan?
Maka hendaklah kita terlebih dahulu memahami “keyakinan” itu, kemudian berusaha mencari dan mempelajarinya.
Perlu kita tahu, bahwa yakin itu suatu perkataan yang berserikat, dipakai oleh dua golongan untuk dua pengertian yang berlainan.
Adapun golongan pemerhati dan Ulama’ Ilmu Kalam memakai kata-kata yakin itu dari ketidak raguan (tidak syak). Karena, condongnya hati pada membenarkan sesuatu itu mempunyai empat tingkat, diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama : seimbang antara membenarkan dan mendustakan. Itulah yang dinamakan ragu (syak), misalnya apabila ditanyakan pada kita tentang seseorang, apakah orng itu disiksa atau tidak oleh Allah Ta’ala, sedangkan kita tidak mengetahui keadaan orang itu. Maka hati kita tidak condong untuk menetapkan ya atau tidak. Tapi kemungkinan dua hal itu ada pada diri kita secara bersamaan. Maka ini dinamakan “Syak” (ragu).

Kedua : condongnya jiwa kita terhadap salah satu dari dua hal tadi (membenarkan dan mendustakan), serta merasa adanya kemungkinan yang sebaliknya. Tetapi kemungkinan itu tidak mencegah kita untuk menguatkan syak (ragu). Misalnya apabila kita ditanya tentang seseorang yang terlihat (dalam kesehariannya) shaleh dan taqwa, bahwa orang itu jika meninggal dunia dalam keadaan yang demikian, adakah ia disiksa? Maka jiwa kita akan condong pada pendapat bahwa orang itu tidak akan disiksa. Yang demikian itu dikarenakan jelasnya tanda-tanda bahwa orang itu bertaqwa dan shaleh. Tetapi bisa saja dan mungkin ada sesuatu hal yang tersembunyi dalam batin atau rahasia pada orang itu (hanya orang itu dan Allah Ta’ala yang tahu) yang mengharuskan ia disiksa.
Kemungkinan tadi datang bersamaan dan seimbang dengan kecondongan hati kita, maka keadaan yang seperti ini dinamakan “Dhan”.

Ketiga : Condongnya hati kita untuk membenarkan sesuatu, dimana hati kita sangat kuat untuk membenarkan suatu hal dan tidak terguris oleh kecondongan hati yang lain. Jika pun terguris, kita enggan menerimanya.
Tetapi yang demikian itu tidaklah disertai dengan kuatnya pengetahuan. Karena jika seseorang yang berada dalam keadaan pada tingkat ini (ketiga) mempergunakan sebuah penelitian dengan sungguh-sungguh dan perhatian yang serius, maka maknanya akan meluas pada ke-boleh saja-an (at-tajwiz). Keadaan tingkat ketiga ini disebut “I’tiqad yang mendekati yakin”. Dan itu adalah I’tiqad orang awam tentang agama seluruhnya apabila I’tiqad itu telah terhujam pada diri seseorang dengan hanya semata-mata mendengar. Sehingga setiap golongan percaya bahwa alirannya (madzhab-nya) lah yang sah. Wallahu a’lam.

Keempat : Ma’rifat yang sebenarnya (ma’rifah haqiqiah), yang diperoleh dengan jalan dalil yang tidak diragukan dan tidak tergambar sebuah keraguan lagi dalam hati seseorang. Apabila tak ada lagi keraguan dan kemungkinan-kemungkinan seperti yang telah disebut diatas, maka disebutlah “yakin” (yang hanya dicapai oleh golongan pemerhati dan Ulama’ ilmu kalam).

Saturday, May 14, 2011

Dari Mujahadah ke Muraqabah, sampailah pada Musyahadah


Mujahadah : Berjihad menumpas hawa nafsu yang menghalangi jiwa untuk dekat kepada Allah Ta’ala.
Muraqabah : Memperhatikan gerak-gerik hati, jangan sampai terpengaruh dengan dunia dan hawa nafsu.
Musyahadah : Menyaksikan dengan jiwa akan kebesaran Allah Ta’ala dan alam ghaib yang penuh dengan keajaiban da kebesaran Allah Ta’ala.

Dan diantara tanda-tanda Ulama’ akhirat itu ialah banyak memperhatikan ilmu batin, dengan muraqabah hati, dengan mengenal jalan akhirat, cara menempuhnya, dan benar-benar berharap menyingkap hal yang demikian itu dengan mujahadah dan muraqabah.

Sesunguhnya mujahadah itu membawa kepada musyahadah dan ilmu hati yang halus-halus, dimana dengan ilmu-ilmu itu terpancarlah segala sumber hikmat dari hati.

Adapun kitab-kitab dan segala pengajaran, tidaklah mencukupi untuk kita mendekatkan diri pada Allah Ta’ala. Tetapi hikmat yang diluar hinggaan dan tak terhitung itu hanya terbuka dengan mujahadah, muraqabah, langsung mengerjakan amalan dzahir dan amalan batin dan duduk beserta Allah Ta’ala dalam sebuah khilwah (persemadian), serta menghadirkan hati (jiwa) dengan pikiran yang putih bersih, terputus dari yang lain dan langsung kepada Allah Ta’ala.
Itulah kunci ilham dan sumber kasyaf (terbukanya hijab).

Berapa banyak pelajar yang sudah lama belajar tetapi sanggup menangkap sepatah katapun dari apa yang didengarnya. Dan berapa banyak pelajar memilih yang penting-penting saja dalan pelajarannya, menyenpurnakan amal dan muraqabah hati, tapi dibukakan oleh Allah Ta’ala kepadanya ilmu-ilmu hikmat yang sangat halus, yang mengherankan akal orang-orang yang bermata hati.

Dan karena itulah Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barangsiapa mengerjakan sesuatu yang diketahuinya, niscaya diberikan oleh Allah Ta’ala kepadanya ilmu pengetahuan yang belum pernah diketahuinya”.

Pada sebagian kita-kitab lama menyebutkan : “Hai Bani Israil, janganlah mengatakan ilmu itu ada dilangit, lantas siapakah yang menurunkannya ke bumi? Janganlah kamu mengatakan ilmu itu ada di perut bumi, lantas siapakah yang mengeluarkannya ke atas bumi? Dan janganlah kamu mengatakan ilmu itu ada di seberang lautan, lantas siapakah yang membawanya kemari? Ilmu itu dijadikan di dalam hatimu. Beradablah dihadapkanKu dengan adab orang-orang ruhaniah (ruhaniyyin), berbudi pekertilah kepadaKu dengan budi pekerti shiddiqin, maka akan Aku lahirkan ilu itu di dalam hatimu sehingga menutupimu dengan kebaikan dan kelebihan ilmu”.

Berkata Sahl bin Abdullah At-Tusturi r.a.: “Keluarlah orang-orang yang berilmu (Ulama’), orang-orang ahli ibadah (Ubbad), dan orang-orang zuhud (Zuhhad) dari dunia ini. Hati mereka terkunci dan tidak terbuka selain kepada orang-orang shiddiqin dan syuhada’ (orang-orang syahid)”. Kemudian Sahl membaca firman Allah Ta’ala : “Wa ‘indahu mafatihul ghaib, la ja’lamuha illa hu”. (Dan disisi Allah kunci-kunci perkara yang ghaib, tidak ada yang tahu, selain Allah) –S. Al-An’am, ayat: 59.

Jika bukan pengetahuan hati dari orang-orang yang memiliki nur kebatinan, yang menjadi hakim atas ilmu-ilmu dzahir, tentu tidaklah Rasulullah SAW bersabda : “Mintalah fatwa kepada hatimu, walaupun orang lain telah berfatwa kepadamu..telah berfatwa kepadamu..telah berfatwa kepadamu!”.

Rasulullah SAW bersabda akan wahyu yang diriwayatkan dari Tuhannya Yang Maha Tinggi : “Senantiasalah hambaKu mendekatkan dirinya kepadaKu dengan amal ibadah sunnat, sehingga Aku sayang kepadanya. Apabila Aku telah saying kepadanya, maka adalah Aku pendengarnya, dimana ia mendengar dengan pendengaran itu”.

Berapa banyak pengertian-pengertian yang halus dari rahasia-rahasia Al-Qur-an yang terguris dalam hati orang-orang yang berdzikir dan berfikir kepada Tuhan semata, yang tidak disebutkan dalam kitab-kitab tafsir dan tidak sampai kepadanya pandangan ahli-ahli tafsir yang utama.
Apabila terbuka hal yang demikian itu bagi murid yang ber-muraqabah, lalu dikemukakannya kepada Ulama’-ulama’ tafsir, niscaya mereka akan menerimanya dengan baik. Dan mereka itu mengetahui bahwa yang demikian itu adalah diantara pemberitahuan hati yang suci dan Rahmat Allah Ta’ala dengan cita-cita yang tinggi yang dicurahkan kepada murid tersebut.

Dan begitu pula tentang ilmu mukasyafah dan segala rahasia ilmu mu’amalah serta bisikan-bisikan hati yang halus. Maka tiap-tiap ilmu dari ilmu-ilmu ini adalah ibarat lautan yang tak terduga dalamnya. Kebanyakan orang hanya berkecimpung sekedar yang ia lihat dengan mata mereka, mereka seperti sekedar memakan buah saja tapi tak mau memikirkan dari mana asal buah itu

Monday, May 2, 2011

"Aku tidak tahu"


Dan diantara tanda-tanda Ulama akhirat adalah tidak tergesa-gesa dalam memberikan fatwa, tetapi berdiri teguh menjaga diri dari memberi fatwa selama masih ada jalan untuk melepaskan diri.

Jika ia ditanya tentang apa yang diketahuinya benar-benar dengan dalil (nash) Kitabullah atau Hadits atau Ijma’ atau Qiyas yang nyata, niscaya ia akan berfatwa. Dan jika ditanya tentang sesuatu yang meragukannya, maka ia akan menjawab : “saya tidak tahu (La adri)”. Tapi jika ia ditanya tentang sesuatu persoalan yang hampir diyakininya berdasarkan ijtihad dan terkaannya, maka dalam hal ini ia akan berhati-hati, mempertahankan diri dan menyerahkan jawabannya kepada orang lain yang sekiranya lebih dalam menguasai ilmu tentang persoalan tersebut.

Inilah yang dinamakan berhati-hati, karena ikut-ikutan berijtihad (mengatakan persoalan dengan kehendaknya sendiri tanpa didasari oleh Al-Qur’an dan Hadits) adalah besar sekali bahayanya. Karena “ilmu itu adalah Kitab yang berbicara dan Sunnah yang berdiri tegak”.

Asy-Sya’bi berkata : La adri (saya tidak tahu) adalah setengah ilmu. Barangsiapa berdiam diri (karena Allah Ta’ala) tentang sesuatu yang tidak diketahuinya, maka tidaklah mengurangi pahalanya daripada orang yang berkata-kata. Karena mengaku bodoh adalah suatu yang sangat berat bagi (kebanyakan) jiwa manusia, dan juga berat untuk dikatakan pada orang lain”.
Begitulah kebiasaan para Sahabat dan para Ulama salaf

Ibnu Umar apabila ditanyakan tentang fatwa, maka beliau menjawab : “Pergilah kepada amir itu yang menerima pikulan tanggung jawab segala urusan manusia (maksudnya : yang lebih menguasai), maka letakkannlah urusan itu ke pundaknya”.

Berkata Ibrahim Bin Adham r.a : “Tidak ada yang lebih menyulitkan bagi setan selain orang alim yang berkata dengan ilmunya, dan berdiam diri dengan ilmunya”. Setan itu akan berkata : “lihatlah kepada orang alim ini.!! Diamnya lebih sulit bagiku daripada ia berkata-kata”.

Sebagian Ulama’ men-sifatkan Wali Abdal (Al-abdal) --orang shaleh yang selalu ada di dunia ini, yang selalu digantikan oleh Tuhan apabila ada yang meninggal-- dengan mengatakan : “Orang shaleh itu makannya seperlunya saja, tidurnya kalau terpaksa, dan kata-katanya kalau sudah penting, artinya : mereka tidak berbicara sebelum ditanya, dan apabila ditanya lantas ada seseorang yang lebih mampu mencukupkan hajat mereka (yang bertanya), maka ia akan berdiam diri. Dan jika diperlukan, barulah ia berkata”.

Orang-orang shaleh itu memandang bahwa memulai berbicara sebelum ditanya adalah termasuk sebagian dari hawa nafsu (suka berbicara) yang tersembunyi.
Syaidina Ali r.a dan Syaidina Abdullah r.a melewati seorang laki-laki yang sedang berbicara di hadapan orang banyak, lalu berkatalah Syaidina Ali r.a : “Orang itu nanti akan mengatakan ‘kenalilah diriku’.!!“.

Sebagian Ulama’ juga mengatakan bahwa orang berilmu itu apabila ditanya suatu masalah, seperti dicabut giginya. Ibnu Umar berkata : “Kamu bermaksud menjadikan kami jembatan, yang akan kamu pakai menuju neraka jahannam”. Sekilas kata-kata tersebut memang sulit diterima akal sehat, tapi jika kita mengerti arti sejati dari diam, maka apa yang dikatakan beliau itu adalah benar adanya.

Abu Hafash An-Naisaburi berkata : “Orang alim itu ialah orang yang takut pada pertanyaan, dimana nanti ia akan ditanya pada hari Qiamat –dari manakah kamu peroleh jawaban itu?-”.
Adalah Ibrahim At-Taimi apabila ditanyakan tentang suatu masalah, lalu menangis seraya berkata : “Apakah tuan-tuan tidak mendapati orang lain yang lebih menguasainya, sehingga tuan-tuan mendesak?”.

Tatkala Rasulullah SAW ditanyakan tentang tempat yang terbaik dan yang terburuk dibumi, maka beliau menjawab : “La adri (saya tidak tahu)”. Lalu datanglah Malalikat Jibril a.s, lantas ditanyakan hal itu pada Malaikat Jibril a.s, Malaikat Jibril menjawab : “La adri (saya tidak tahu)”. Sehingga ia diberitahu oleh Allah Ta’ala, bahwa tempat yang terbaik (di bumi) adalah Masjid, dan tempat yang terburuk (di bumi) adalah pasar”.

MANA YANG LEBIH KAU PERHATIKAN?

Hati adalah anggota tubuh yang paling mengkhawatirkan dan paling banyak pengaruhnya, bahkan bisa jadi paling rumit perawatannya.
Ada lima pokok masalah tentang hati :
1. Firman Allah Ta’ala
“Allah Ta’ala Maha mengetahui apa yang ada di dalam hati kalian”.
“Sungguh, Allah Ta’ala Maha mengetahui apa yang ada di hati manusia”

Berapa kali saja Allah Ta’ala menyebut-nyebut masalah hati dan mengulang-ulangnya di dalam Al-Qur’an. Maka cukuplah kiranya pengawasan Allah Ta’ala yang Maha mengetahui sebagai peringatan bagi hamba yang mempunyai sifat khusus. Sebab, bergaul atau beribadah dengan Dzat yang Maha Mengetahui perkara-perkara ghaib adalah suatu hal yang sangat gawat. Karena itu, perhatikanlah apa yang diketahui Allah Ta’ala dari hati kita.
2. Rasulullah SAW bersabda :
“Sungguh, Allah Ta’ala tidaklah memandang kepada bentuk kalian dan kulit kalian, tetapi yang DIA pandang hanyalah hati kalian”.
Jika begitu, hatilah sasaran pandangan Tuhan seru sekalian alam. Jadi, sungguh mengherankan orang yang hanya menaruh perhatian kepada wajahnya yang merupakan sasaran pandangan manusia. Ia membasuhnya, membersihkannya dari semua kotoran, dan menghias sebisanya, supaya tidak tercela dalam pandangan manusia. Sementara itu, ia sama sekali tidak menaruh perhatian kepada hatinya yang merupakan sasaran pandangan Tuhan Penguasa Alam. Bahkan ia membiarkannya terisi dengan berbagai hal yang memalukan dan kotor (yang apabila manusia melihat satu saja dari kotoran itu, mereka akan menyingkir dan mengusirnya). Semoga Allah Ta’ala berkenan memberikan pertolongan kepada kita semua.
3. Hati itu bagaikan raja yang dita’ati dan pemimpin yang diikuti. Semua anggota tubuh mengikutinya, apabila yang diikuti baik maka yang mengikuti tentu baik dan kalau raja itu lurus maka seluruh rakyat pasti lurus pula.
Seperti yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, beliau bersabda :
“Di dalam jasad manusia itu terdapat segumpal daging yang apabila baik, mala baik pulalah seluruh jasad. Dan apabila rusak, maka rusaklah jasad seluruhnya. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati”.
Manakala kebaikan semua anggota tubuh itu tergantung pada hati, maka sudah seharusnya kita mencurahkan perhatian kepada hati.
4. Hati adalah tempat penyimpanan segala mutiara indah yang mahal harganya dan semua perkara penting bagi seseorang.
Yang pertama akal dan yang paling mulia adalah makrifat (mengenal) Allah Ta’ala yang merupakan penyebab kebahagiaan dunia akhirat. Kemudian penglihatan hati yang menyebabkan bias maju dan memperoleh kedudukan di hadapan Allah Ta’ala. Kemudian niat yang bersih dalam melakukan bermacam-macam keta’atan yang ada kaitannya dengan ganjaran yang tak pernah putus. Kemudian beraneka ilmu dan hikmah yang merupakan kemuliaan seseorang, serta seluruh akhlak mulia dan perilaku terpuji.
Maka sudah selayaknya tempat seperti ini harus dijaga dan dipelihara dari segala kotoran dan kerusakan, serta dijaga agar jangan sampai tercuri oleh musuh (setan).
5. Ada 5 keadaan hati yang tidak terdapat pada anggota-anggota tubuh yang lain, yaitu:
- seteru selalu tertuju dan menghadap ke hati. Karena setan senantiasa bertengger di hati manusia, hati manusia juga adalah tempat Malaikat Ilham dan setan waswas. Keduanya secara bergantian mengetuk hati manusia dengan ajakan masing-masing, sepanjang usia manusia itu.
- Hal-hal yang menyibukkan hati itu banyak sekali. Sebab, akal dan nafsu berada di dalam hati. Jadi, hati manusia itu merupakan lapangan pertempuran.
- Hal-hal yang datang menghampiri hati itu banyak sekali. Sebab beraneka gerak hati itu bagaikan panah yang tidak henti-hentinya masuk kedalam hati, juga seperti hujan yang terus-menerus menghujani hati, tidak pernah putus, baik siang maupun malam.
Sedangkan kita tentu tidak dapat mencegah masuknya gerak-gerak hati itu. Karena hati tidaklah seperti mata yang berada ditengah-tengah kelopak mata yang bisa kita pejamkan lalu beristirahat. Tetapi hati adalah sasaran gerak hati yang sama sekali kita tak sanggup mencegahnya dan menjaga hati darinya (gerak hati). Kemudian nafsu senantiasa bersicepat mengikuti gerak hati.
- Merawat hati itu sangat sulit, karena ia tidak dapat kita lihat. Tanpa disadari, tiba-tiba hati telah dirayapi oleh kerusakan dan muncul hal-hal baru, lalu kita memerlukan penelitian terhadap kerusakan dan hal-hal baru yang muncul di hati itu dengan penyelidikan yang teliti (bisa dengan bertafakur, mengenali diri secara lebih dalam, dan lain sebagainya)
- Kerusakan-kerusakan itu cepat sekali datang ke hati. Karena perubahan suasana hati itu juga sangatlah cepat.
Sebagian Ulama’ berkata :
“Pergolakan hati itu lebih keras dan lebih cepat dari pada bergolaknya air mendidih”.
Dan ada sebagian Ulama’ lagi yang berkata :
“Disebut hati (Qalbu) itu hanya karena pergolakannya (Taqallub). Itulah yang menetapkan manusia pada bebagai keadaan”.

Thursday, April 21, 2011

Mari berjalan-jalan di dunia nafsu (Musuh yang dicintai kebanyakan manusia)


Seperti yang telah dijelaskan dalam catatan sebelumnya, dari sebuah buku yang berjudul “Insan Kamil”, saya mendapati ada empat pembagian nafsu (Muthmainnah, Supi’ah, Amarah, Lawwaamah). Salah satu dari keempat nafsu itu adalah nafsu untuk menuju kebaikan (Muthmainnah). Dari sini kita pasti tahu jika satu melawan tiga, jelas sulit untuk menang, kecuali dengan bantuan Allah Ta’ala.

Jika sudah begitu, hendaklah kita selalu berhati-hati terhadap nafsu yang senantiasa mengajak berbuat jelek. Karena hafsu adalah musuh yang paling berat balaknya, paling sulit merawatnya, paling pelik penyakitnya, dan paling sulit pengobatannya.

Keharusan berhati-hati terhadap nafsu ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
- Nafsu adalah musuh yang datang dari dalam diri sendiri. Ibarat pencuri, apabila pencuri itu ada di dalam rumah itu sendiri, tentu akan sangat sulit disiasati, amat menyusahkan dan yang pasti meresahkan.
Benar sekali pa yang dikatakan oleh orang-orang kuno dulu:
“Nafsuku selalu mengajakku berbuat yang merugikan diriku, memperbanyak penyakitku. Bagaimana daya upayaku menghadapi musuh yang berada diantara tulang-tulang igaku?”.

- Nafsu itu musuh yang disukai dan (mungkin) dicintai. Kebanyakan manusia biasanya buta terhadap cela dirinya sendiri, malah hampir tidak melihat cela atau aib dirinya.
Sebagaimana yang juga dikatakan oleh orang-orang terdahulu:
“Engkau tidaklah melihat cela orang yang dicintai, juga tidak dapat melihat sebagian dari apa yang ada padanya (orang yang dicintai) apabila engkau sudah senang. Mata yang senang tentu tumpul (tidak dapat melihat) terhadap setiap cela, tetapi mata yang benci akan menampakkan berbagai keburukan”.

Kalau begitu, manusia cenderung menganggap baik setiap kejelekan yang datang dari nafsunya dan hampir-hampir tidak dapat melihat celanya, karena kebanyakan manusia sangat mencitai dirinya sendiri, padahal nafsu selalu memusuhi dan membuat madlarat kepada manusia. Tidak perlu memakan waktu lama bagi nafsu untuk menjerumuskan manusia kedalam keterbukaan aib dan kerusakan, sedangkan manusia sering tidak merasa, kecuali jika Allah Ta’ala menjaganya dan menolongnya mengalahkan nafsu, dengan Anugerah dan Rahmat-Nya.

Kemudian, mari kita renungkan satu faedah penting yang dapat memuaskan kita, yaitu : Apabila kita au memperhatikan, kita akan mengetahui bahwa asal semua fitnah, terbukanya aib, kehinaan, kerusakan dan dosa yang terjadi pada makhluk Allah Ta’ala (sejak permulaan makhluk sampai hari Qiamat), sumbernya adalah dari nafsu. Terkadang disebabkan oleh nafsu itu sendiri dan terkadang juga sebab bantuan nafsu.

Permulaan maksiat kepada Allah Ta’ala adalah dari iblis, sedangkan sebab maksiat iblis itu (sesudah Qadla’ Allah Ta’ala yang telah ditentukan) adala hawa nafsu. Dengan kesombongan dan kedengkian, nafsu menjerumuskan manusia kedalam lautan kesesatan, sehingga tenggelam selamanya. Karena, seperti yang telah dikatakan oleh Imam Ghazaly dalam kitab beliau bahwa di akhirat nanti tidak ada dunia, tidak ada makhluk dan tidak setan, namun nafsu (dengan kesombongan dan kedengkiannya) memperlakukan iblis dengan apa yang ia lakukan.

Mari kita mengingat kembali peristiwa Adam dan Hawa –‘Alaihimas salam— yang dikeluarkan dari surga Firdaus lantaran menuruti nafsu. Renungkan juga peristiwa Qabil dan Habil, penyebab Qabil membunuh Habil adalah kedengkian dan pelit. Kemudian peristiwa Harut dan Marut, penyebab Harut dan Marut turun derajatnya dan disiksa adalah karena menuruti hawa nafsu.
Demikian seterusnya sampai hari Qiamat.

Timbulnya fitnah, terbukanya aib di kalangan masyarakat, timbulnya kesesatan atau maksiat, pasti berasal dari nafsu dan kesenangan nafsu. Seandainya tidak nafsu, tentu semua manusia akan baik dan selamat.
Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk dan pertolongan kepada kita semua, dan juga memberikan kita kekuatan untuk meredam, melawan dan mencegah hawa nafsu.

Tuesday, April 19, 2011

Tujuh langkah tipuan setan (seri pertempuran hati : Iblis VS manusia yang terjaga imannya)


Berikut adalah langkah-langkah setan dalam melancarkan tipuannya kepada manusia, langkah-langkah setan tersebut tergantung pada manusia yang digoda. Andai manusia yang digoda itu lemah imannya, maka serangan setan tidak akan sampai pada tujuh tahap.
Here we go.!!!

- Pertama, setan mencegah seseorang dari berbuat tha’at. Apabila orang itu dijaga oleh Allah Ta’ala, maka ia akan menolak bisikan iblis itu dengan mengatakan : “Hai iblis!!! Aku ini sangat membutuhkan tha’at kepada Allah Ta’ala, karena aku harus mempunyai bekal dari dunia yang fana ini untuk menuju akhirat yang kekal”.

- Kemudian setan menyuruhnya agar menunda. Jika orang itu dijaga oleh Allah Ta’ala, maka ia akan menolak dengan mengatakan : “Batas umurku tidaklah berada dalam kekuasaanku. Disamping itu, kalau aku menunda amal hari ini sampai besok, lalu kapan harus aku kerjakan amal itu jika umurku tidak sampai besok? Karena, setiap hari pasti ada amal yang harus aku kerjakan”.

- Lalu setan menyuruhnya untuk segera bermal. Setan membisikkan : “Baiklah, cepat-cepatlah beramal, agar segera selesai dan dapat mengerjakan amal yang lain”.
Apabila orang itu dijaga oleh Allah Ta’ala, maka ia bisa menolak dengan mengatakan : “Amal sedikit tapi sempurna adalah lebih baik dari pada amal banyak yang tidak sempurna”.

- Kemudian setan menyuruhnya supaya menyempurnakan amal dengan menampak-nampakkan kepada orang lain (riyaa’). Jika orang itu dijaga oleh Allah Ta’ala, maka ia akan menolak dengan mengatakan : “Apa perlunya aku beramal dengan memperlihatkannya kepaa orang lain? Bukankah sudah cukup bagiku bila dilihat oleh Allah Ta’ala?”.

- Lalu setan ingin menjerumuskan orang itu ke dalam ujub (mengagumi amal sendiri). Setan berbisik : “Betapa agung engkau! Betapa waspada engkau! Dan betapa mulia engkau!”. Jika orang itu dijaga oleh Allah Ta’ala, ia akan menolak dengan mengatakan : “Aku mampu beramal baik ini juga karena anugerah dari Allah Ta’ala. Aku tidak bisa apa-apa, aku hanyalah lalu lintas takdir Allah Ta’ala. Allah Ta’ala juga lah yang memberikan anugerah istimewa kepadaku dengan pertolongan-Nya dan juga yang menjadikan amalku bernilai dengan anugerah-Nya. Seandainya tidak ada anugerah Allah Ta’ala, apalah harganya amal ini dibandingkan dengan nikmat Allah Ta’ala yang diberikan kepadaku dan disejajarkan dengan maksiatku kepada Allah Ta’ala?”.

- Kemudian setan datang lagi dengan cara keenam yang merupakan tipu daya paling besar (paling sulit dihindari oleh kebanyakan orang) dan hanya bisa diketahui oleh orang yang benar-benar waspada. Setan berbisik : “Rajinlah engkau beribadah disaat tidak diketahui orang lain, maka Allah Ta’ala bakal menonjolkan dirimu di lain waktu”. Setan berbisik demikian dengan maksud agar amal itu sedikit bercampur dengan riyaa’. Jika orang itu dijaga oleh Allah Ta’ala, maka ia bisa menolak dengan mengatakan : “Wahai makhluk terkutuk!!! Sampai saat ini engkau selalu datang untuk merusak amalku. Dan sekarang kau datang lagi, pura-pura ingin membaguskan amalku, padahal sebenarnya hendak merusak. Aku hanyalah hamba Allah Ta’ala dan DIA lah Tuanku. Jika DIA berkehendak bisa saja DIA menonjolkan diriku kapan saja. Sebaliknya, DIA pun kuasa menyembunyikan. Kalau DIA berkehendak bisa saja menjadikanku sebagai orang yang berharga. Tetapi, DIA juga kuasa menjadikanku sebagai orang yang hina. Itu semua terserah kepada Allah Ta’ala. Aku tidak peduli, apakah akan ditonjolkan pada orang lain atau tidak. Orang lain tidak akan dapat berbuat apa-apa”.

- Kemudian setan itu kembali datang kepada orang itu dengan cara yang ketujuh, dia berbisik : “sesungguhnya engkau tidak perlu melakukan amal semacam ini. Karena, kalau memang engkau ditakdirkan menjadi orang yang beruntung, maka tidak beramal pun tidak apa-apa. Dan jika engkai ditakdirkan menjadi orang yang celaka, maka amalmu tidak akan ada gunanya”.
Apabila orang itu dijaga oleh Allah Ta’ala, maka ia akan menolak dengan mengatakan : “Aku hanyalah hamba!! Hamba wajib melaksanakan perintah karena sifat penghambaannya. Tuhan lebih mengetahui dengan sifat keTuhanan-Nya. DIA berwenang mengenakan hukum apa yang DIA kehendaki. DIA bisa berbuat apa saja yang DIA kehendaki. Disamping itu, suatu amal tetap bermanfaat bagiku, bagaimanapun keadaanku. Sebab, jika aku orang yang beruntung, maka aku membutuhkan amal agar ganjaranku bertambah banyak. Dan jika aku orang yang celaka, aku pun membutuhkan amal supaya aku mencela diriku. Selain itu, Allah Ta’ala tidak akan menyiksaku atas ketha’atanku kepada-Nya dalam keadaan bagaimanapun dan amal itu tidak akan merugikanku. Selain itu juga, seandainya aku dimasukkan ke neraka dalam keadaan tha’at itu lebih aku senangi dari pada aku dimasukkan ke neraka lantaran aku maksiat. Bagaimana tidak, sedangkan janji Allah Ta’ala pasti terwujud dan firman-Nya tentu benar. Allah Ta’ala menjanjikan ganjaran kepada orang-orang yang benar, Allah Ta’ala telah menjanjikan ganjaran kepada orang-orang yang tha’at. Jadi, barangsiapa menghaap Allah Ta’ala dalam keadaan beriman dan membawa ketha’atan, niscaya tidak akan masuk neraka dan pasti masuk surga. Bukan karena ia berhak masuk surga karena amalnya, melainkan sebab janji Allah Ta’ala yang benar”.

Perlu kita ketahui bahwa semua percakapan-percakapan diatas adalah berupa gerakan hati. Karena itu, mari kita waspada. Hati-hati dengan hati kita.
Tiada kekuatan untuk menyingkir dari maksiat dan tiada kekuatan untuk mengerjakan ibadah, jika tidak ada pertolongan Allah Ta’ala yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

“Khatir” --gerak hati-- (Malaikat Mulhim VS Setan Waswas)


Adapun asal timbulnya khatir, yaitu Allah Ta’ala menugasi di hati anak turun Adam, satu Malaikat yang mengajak berbuat kebaikan. Malaikat itu bernama Mulhim dan ajakannya biasa kita sebut “Ilham”.

Untuk mengimbangi Malaikat Mulhim ini, Allah Ta’ala juga memberi kuasa setan yang mengajak anak turun Adam untuk berbuat kejelekan. Setan itu bernama setan waswas dan ajakannya disebut waswasah. Jadi, Malaikat Mulhim pasti mengajak manusia kepaa kebaikan, sedangkan setan waswas tentu mengajak manusia berbuat kejelekan.
Demikian menurut kata sebagian besar Ulama’ kita.

Diceritakan dari seorang Guru Besar –Abu Bakr Al-Warraq- Rahimahullah :
Bahwa setan itu kadang-kadang mengajak manusia berbuat baik tetapi maksudnya jelek. Misalnya : setan mengajak manusia untuk melakukan perbuatan utama yang masih berada dibawah tingkatan perbuatan yang lain, atau mengajak manusia berbuat baik dengan maksud menarik manusia tersebut kedalam dosa besar --dimana kebaikannya tidak seimbang dengan kejelekan yang diperbuat--, seperti : ujub, riyaa dan sebagainya.

Dua makhluk halus ini (Malaikat Mulhim dan setan waswas) selalu bertempat dihati manusia. Sementara itu, manusia bisa merasakan pendengaran hatinya terhadap ajakan-ajakan tersebut. Hal ini sesuai dengan hadits-hadits yang diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Apabila anak turun Adam dikaruniai anak, maka Allah Ta’ala menyertakan pada anak itu satu malaikat dan juga satu setan. Setan bertengger pada telingga hati manusia sebelah kiri dan malaikat bertengger pada telinga hati manusia sebelah kanan. Lalu keduanya selalu mengajak manusia tersebut”.
“Setan itu mempunyai tempat di hati anak turun Adam dan Malaikat juga mempunyai tempat”.

Kemudian Allah Ta’ala mengisikan pada ragangan manusia, watak yang condong kepada kesenangan-kesenangan dan memperoleh kelezatan-kelezatan bagaimanapun bentuknya, baik (halal) atau buruk (haram). Watak inilah yang disebut hawa nafsu yang selalu memalingkan manusia kepada berbagai kerusakan. Jadi, di dalam ragangan manusia terdapat tiga unsur yang selalu mengajak (satu diantaranya kita sendiri yang harus mengendalikannya, yaitu hawa nafsu –telah diterangkan dalam catatan sebelumnya--).

Selanjutnya, perlu kita tahu bahwa gerak-gerak hati itu adalah bekas-bekas yang timbul di dalam hati seseorang, yang mendorongnya dan mengajaknya untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan.
Bekas-bekas inilah yang disebut “khatir”, karena berubah-ubahnya hati. Semua khatir yang timbul di hati seseorang itu sebenarnya dari Allah Ta’ala. Hanya saja, khatir itu dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Khatir yang ditimbulkan oleh Allah Ta’ala di dalam hati pada permulaan. Khatir ini semacam ini disebut “Khatir” saja.
2. Khatir yang diadakan Allah Ta’ala sesuai dengan watak manusia, khatir ini dinamakan “hawa nafsu” dan digolongkan kepada nafsu tersebut.
3. Khatir yang diwujudkan Allah Ta’ala sesudah adanya ajakan Malaikat Mulhim. Khatir ini dinamakan “Khatir Ilham” atau “Khatir Malakiy”, atau biasa juga kita sebut sebagai “Ilham” saja.
4. Khatir yang ditimbulkan oleh Allah Ta’ala sesudah adanya ajakan setan. Khatir ini disebut "Khatir syaithaniy” atau “waswasah”. Dinamakan demikian, sebab waswasah itu gerak hati yang datang dari setan tetapi sebenarnya khatir ini timbul sesudah adanya ajakan dari setan, sehingga seolah-olah khatir ini datang dari setan.

Sementara itu, khatir yang datang dari hawa nafsu selalu (cenderung) mengajak manusia kepada kejelekan demi mencegah kebaikan dan agar orang menyimpang.
Seperti itulah macam-macam gerak hati dan kehadiran Malaikat Mulhim dengan setan waswas dalam hati kita. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari godaan-godaan setan, serta menguatkan iman kita kepada Allah Ta’ala, Rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, Kitab suci Al-qur’an, Hari Kiamat serta Qada’ dan Qadar-Nya.

Jadi, seperti itukah setan itu.?


Tentu benar ketika Yahya Bin Mu’adz Ar-Razie berkata : “Setan itu menganggur, sedangkan engkau sibuk (dengan berbagai pekerjaan). Setan itu dapat melihatmu, sedangkan engkau tidak dapat melihatnya. Engkau selalu lupa kepadanya, sedangkan setan tidak pernah lupa kepadamu. Dan setan punya banyak pembantu dalam dirimu”.

Jika memang demikian kedudukan setan, maka kita harus senantiasa memeranginya dan harus bisa mengalahkannya. Kalau tidak, maka kita tidak akan keluar dari kerusakan.
Seandainya kita bertanya : dengan apa kita memeranginya? Dengan apa kita bisa mengalahkan dan menolaknya?
Perlu kita tahu bahwa para Ulama’ yang ahli memerangi setan itu mempunyai cara-cara sebagai berikut :
1. Memohon perlindungan Allah Ta’ala, tidak ada jalan lain. Karena, setan itu bagaikan anjing yang diberi kuasa oleh Allah Ta’ala kepada kita. Jika kita sibuk memeranginya tanpa meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala, kita akan payah dengan sendirinya dan justru setan akan dengan mudah mengalahkan kita. Karena itu, melapor kepada pemilik anjing (Allah ta’ala) agar menyingkirkan setan dari kita adalah lebih utama.
2. Berjuang dan selalu mengawasinya (waspada), dan menolak segala ajakannya.
3. Kekalkan ingatan kita kepada Allah Ta’ala dengan lisan dan hati.
Seperti sabda Rasulullah SAW : “Dzikir kepada Allah Ta’ala itu bagi setan adalah sama dengan penyakit menular di tubuh anak turun Adam”.

Menurut pendapat Imam Ghazaly, cara yang benar dalam memerangi setan adalah dengan menggabungkan usaha-usaha tersebut. Jadi, pada awal usaha kita sudah seharusnya memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari kejahatan setan. Sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah Ta’ala, karena hanya Allah Ta’ala sajalah yang berkuasa membereskan kejahatan setan. Jika kita melihat setan mengalahkan kita (ketika seseorang khilaf), maka kita harus menyadari bahwa kemenangan setan itu merupakan ujian dari Allah Ta’ala bagi kita, agar kita bersungguh-sungguh dalam memerangi dan memeras kekuatan dalam melaksanakan perintah Allah Ta’ala, serta agar kita benar-benar bersabar. Hal ini sama dengan perintah Allah Ta’ala dalam perang melawan orang-orang kafir. Padahal tanpa kita, Allah Ta’ala sangatlah mudah jika hanya membinasakan mereka. Maksudnya tidak lain adalah agar kita mendapatkan amal dalam perang, amal dari sabar, bisa bersih dari dosa dan bisa memperoleh syahadah (menjadi orang-orang yang mati syahid).
Sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala :
“Apakah kalian menyangka bahwa kalian akan masuk surga, sedangkan kalian belum membuktikan iman kalian dengan berperang dan belum bersabar menghadapi ujian Allah?”.

Selanjutnya, mungkin kita bertanya lagi : Bagaimana kita dapat mengetahui (mewaspadai) tipu daya setan dan bagaimana cara mengetahui hal itu?

Perlu kita tahu, bahwa setan itu mempunyai kelakukan suka menggoda yang disebut waswas. Waswas ini seperti panah yang ditembakkan kepada kita. Yang demikian itu dapat dimengerti sejelas-jelasnya dengan ilmu yang dipergunakan untuk mengenal berbagai gerak hati.
Yang kedua, setan itu memiliki reka daya yang bisa disamakan dengan jaring yang dipasang untuk menjerat anak turun Adam. Hal ini akan menjadi jelas, bila kita mengetahui tipuan-tipuan setan, sifat-sifatnya dan jalan-jalannya.

Saturday, April 9, 2011

Keutamaan diam dan macam-macam kerusakan lidah


Rasulullah SAW bersaba :
“Shalat adalah tiang agama, sedangkan diam itu Ibadah yang lebih utama. Bersedekah dapat mereda murka Allah SWT sedangkan diam itu ibadah yang lebih utama. Puasa dapat menjadi perisai dari api neraka sedangkan diam itu ibadah yang lebih utama. Jihad adalah puncaknya agama sedangkan diam itu ibadah yang lebih utama”.

“Diam adalah perhiasan bagi orang yang berilmu dan penutup bagi orang yang bodoh”.

“Diam adalah akhlak yang paling mulia”.

“Diam adalah perkara yang banyak manfaatnya tetapi sedikit sekali orang yang mau melakukannya”.

“Barangsiapa beriman kepada Allah SWT dan hari akhir maka lebih baik berkatalah dengan kebaikan atau (jika tidak bisa) diamlah”.

“Jagalah lidahmu kecuali untuk berbuat (berkata) kebaikan, sesungguhnya dengan menjaganya kamu telah mengalahkan syaithan”.


Macam-macam kerusakan lidah:

1. Membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat.
2. Berlebihan dalam berbicara dan melebihi dari kebutuhannya sekaligus tidak ada kemanfaatannya.
3. Membicarakan perkara bathil yaitu membicarakan perihal kemaksiatan misalnya membicarakan tingkah laku wanita, menceritakan beberapa tempat yang digunakan bermabuk-mabukan, tempat-tempat nongkrong orang fasiq, perilaku orang-orag yang sombong, tanda-tandanya orang yang dicela atau menceritakan perangai orang yang tidak disenangi.
4. Perdebatan dan perbantahan (mengunggulkan diri sendiri dan tidak mau mengalah).
5. Bermusuhan, bertengkar dan bercekcok.
6. Meyakinkan dalam berbicara agar didengar dan dipercaya.
7. Berbicara melampaui batas, yaitu berkata buruk, kei, kotor, jorok, makian, cacian, dan penghinaan.
8. Mengutuk, melaknat, dan mengharapkan seseorang akan keburukan dengan kata-katanya.
9. Bersyair dengan lidahnya secara berlebihan, mengajak berbuat hal-hal yang diharamkan misalnya menceritakan siat-sifat orang lain, tertawa, berbicara yang menyerupai wanita (bagi kaum laki-laki), membicarakan hal-hal yang bisa enarik syahwat, dll.
10. Mengejek, mencemooh, dan memperolok seseorang.
11. Menyebarluaskan rahasia (berkhianat).
12. Janji palsu (tidak menepati janji).
13. Berbohong dalam berkata dan bersumpah (terlebih lagi bersumpah dengan nama Allah SWT).
14. Ghibah (menggunjing), yaitu menceritakan aib orang lain.
15. Memitnah atau mengadu domba.
16. Halam Dzil Wajhaini (bermuka dua), yaitu orang yang mempunyai dua lidah (orang munafik yang lebih jelek daripada pengadu domba).
17. Pujian yang mengakibatkan enam kerusakan yaitu empat dari pihak (orang) yang memuji):
- Pujian dapat mendatangkan sifat sombong.
- Merasa paling unggul.
- Pujian dapat menimbulkan kesenangan dan kemalasan.
- Percaya diri (ini adalah sifat yang paling rumit untuk di nalar kerusakannya, padahal percaya pada diri sendiri adalah sebuah kesalahan –Insya Allah akan dibahas dalam artikel berikutnya-).
- Bisa mengakibatkan ketidak ikhlasan seseorang dalam beribadah.
- Pujian hanya untuk Allah SWT, jika itu datang dari mulut seseorang, bedakah itu dengan menyekutukan-Nya.??
18. Kesalahan pada tiap-tiap tutur kata yang lemah lembut.
19. Menimbulkan pertanyaan dari orang-orang yang bodoh tentang perkara-perkara yang rumit (janganlah bertanya sebelum dijelaskan/merasa kritis akan sesuatu hal).

Monday, April 4, 2011

Percakapan Rossi-Stoner usai balapan, motoGP Jeres, 03 April 2011 (gambaran dari Keburukan sebuah ambisi)


JEREZ – Casey Stoner harus mengubur ambisinya menjuarai GP Spanyol, Jerez, setelah terjatuh akibat menyenggol motor Valentino Rossi. Stoner tidak bisa melanjutkan balapan, sementara Rossi tetap menyelesaikan balapan hingga finis di posisi kelima.

Stoner yang memulai balapan dari posisi pertama, sebenarnya langsung memimpin balapan. Tapi, rider Honda Repsol dilewati Marco Simoncelli dan harus bersaing dengan Valentino Rossi yang sukses menyodok ke posisi tiga.

Petaka buat keduanya, The Doctor coba mengambil Stoner dari dalam di lap 8. sayang Rossi terlalu cepat mengambil keputusan dalam menyalip dan terlambat saat berbelok. Rider Ducati itu tergelincir dan membuat Stoner tidak sempat menghindari motor Rossi yang jatuh di depannya.

Seusai balapan, Rossi sendiri langsung mencari dan menghampiri Stoner untuk meminta maaf. Keduanya terlihat berjabat tangan.

Inilah petikan percakapan keduanya, seperti dilansir Crash.

Stoner (tersenyum): “Bagaimana bahumu? Apakah baik-baik saja?”
Rossi (dengan helm yang belum terlepas): “Saya sangat menyesal dan minta maaf.”
Stoner: “Okay. Kau punya masalah dengan cedera bahu itu?”
Rossi: “Saya membuat kesalahan besar”
Stoner: “Yeah. Sejujurnya, ambisi kamu mengalahkan talentamu.”
Rossi: “Eh?”
Stoner: “Ambisi yang ada lebih besar daripada bakat.”
Rossi: “Saya minta maaf”
Stoner: “Tidak masalah.”

Saat Rossi akan melintas di garis finis pada posisi lima, Stoner menyempatkan diri berlari ke pinggir sirkuit dan bertepuk tangan. Entah apa maksud dari tepuk tangan Stoner ini. Apakah bentuk kekecewaan atau memang ucapan selamat buat Rossi yang bisa menyelesaikan balapan?
Sumber : http://sports.okezone.com/read/2011/04/04/38/441912/percakapan-rossi-stoner-seusai-balapan

Satu pelajaran yang mungkin perlu kita tahu, bahwa ambisi itu penuh dengan hawa nafsu. Ambisi yang kuat akan kedudukan, jabatan, kekayaan atau apapun tentang duniawi, bisa saja meluluh tantahkan iman seseorang.

Saturday, April 2, 2011

Burgerkill


Ini merupakan sebuah cerita pendek dari 12 tahun perjalanan karier bermusik dari sebuah band super keras yang telah menjadi fenomena di populasi musik keras khususnya di Indonesia. Burgerkill band asal Ujungberung, tempat orisinil tumbuh dan berkembangnya komunitas Death metal / Grindcore di daerah timur kota Bandung. Burgerkill berdiri pada bulan Mei 1995 berawal dari Eben, scenester dari Jakarta yang pindah ke Bandung untuk melanjutkan sekolahnya. Dari sekolah itulah Eben bertemu dengan Ivan, Kimung, dan Dadan sebagai line-up pertamanya. Band ini memulai kariernya sebagai sebuah side project yang tidak punya juntrungan, just a bunch of metal kids jamming their axe-hard sambil menunggu band orisinilnya dapat panggilan manggung. Tapi tidak buat Eben, dia merasa bahwa band ini adalah hidupnya dan berusaha berfikir keras agar Burgerkill dapat diakui di komunitasnya. Ketika itu mereka lebih banyak mendapat job manggung di Jakarta melalui koneksi Hardcore friends Eben, dari situlah antusiasme masyarakat underground terhadap Burgerkill dimulai dan fenomena musik keras tanpa sadar telah lahir di Indonesia.

Alhasil line-up awal band ini pun tidak berjalan mulus, sederet nama musisi underground pernah masuk jajaran member Burgerkill sampai akhirnya tiba di line-up solid saat ini. Ketika dimulai tahun 1995 mereka hanya berpikir untuk manggung, pulang, latihan, manggung lagi dst. Tidak ada yang lain di benak mereka, tapi semuanya berubah ketika mereka berhasil merilis single pertamanya lewat underground phenomenon Richard Mutter yang merilis kompilasi cd band-band Bandung pada awal 1997. Nama lain seperti Full Of Hate, Puppen, dan Cherry Bombshell juga bercokol di kompilasi yang berjudul "Masaindahbangetsekalipisan" tersebut. Memang masa itu masa indah musik underground. Everything is new and new things stoked people! Tidak tanggung lagu Revolt! dari Burgerkill menjadi nomor pembuka di album yang terjual 1000 keping dalam waktu singkat ini. dan ini adalah sepenggal sejarah tentang band ini.

Berikut adalah sebagian dari musik yang telah meraka ciptakan, silahkan klik untuk mendownloadnya (jika berkenan) :

Burgerkill - Atur Aku.mp3

Burgerkill - Anjing Tanah.mp3

Burgerkill - Laknat.mp3

Burgerkill - Sadow Of Soroow.mp3

Burgerkill - Gelap Tanpa Akhir.MP3

burgerkill - terlilit asa.mp3

Burgerkill - 05 Angkuh.mp3

BurgerKill - Tinggalkan Aku Terdiam.mp3

Burgerkill - berkarat.mp3

Pertanyaan orang yang berilmu tentang ilmu

Ada baiknya kita menetap pada ilmu, belajar dan mengulang-ulangnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk pada kita, kepada orang-orang yang menempuh jalan akhirat, semoga Allah Ta’ala memberikan Taufik kepada kita semua, dengan karunia dan rahmat-Nya.

Telah tetap dalam sebuah hadits dari Rasulullah SAW bahwa “Menuntut ilmu itu fardlu atas setiap muslim”.
Mungkin timbul pertanyaan dari dalam diri kita, begini :
“Ilmu apakah yang dianggap fardlu itu? Dan seauh mana batasan-batasan ilmu yang wajib didapatkan oleh seseorang dalam masalah ibadah?”

Perlu kita tahu, bahwa ilmu yang fardlu untuk dituntut itu secaraglobal ada tiga, yaitu:
1. Ilmu Tauhid
2. Ilmu Sirri (Ilu yang berhubungan dengan gerak hati)
3. Ilmu Syari’ah

Adapun batasan kewajiban mempelajari tiga ilmu tersebut adalah sebagai berikut :
1. Ilmu Tauhid
Sekedar bisa mengetahui pokok-pokok agama, bahwa kita mempunyai Tuhan yang Maha Mengetahui, Maha Kuasa berkehendak, hidup dan berfirman, mendengar dan melihat, Maha Esa tanpa ada yang menyekutui-Nya, mempunyai sifat-sifat kesempurnaan, bersih dari sifat kekurangan dan kemusnahan, bersih dari tanda-tanda kebaruan, menyendiri dengan sifat Qidam dari setiap yang baru. Kita juga mengerti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba Allah Ta’ala dan utusan-Nya, yang benar tentang semua yang beliau terangkan mengenai akhirat, kemudian ada tanda sunnah Rasulullah SAW yang harus kita ketahui. Hati-hati, jangan sampai kita membuat bid’ah dalam agama Allah Ta’ala tanpa berdasarkan pada Al-qur’an atau Atsar (Hadits Nabi atau perkataan para sahabat beliau), yang bisa mengakibatkankita berada dalam keduduka yang mengkhawatirkan di hadapan Allah Ta’ala.
Semua dalil ilmu Tauhid, asal atau pokoknya sudah disebutkan dalam Kitab Allah Ta’ala (Al-qur’an), dalil-dalil itu telah dituturkan para guru dalam kita-kitab yang mereka susun dalam menerangkan pokok-pokok menjalankan agama.
Secara umum dapat dikatakan bahwa Segala hal yang tidak kita mengerti, lalu kita merasa tidak aman dari kerusakan dengan ketidaktahuan kita, maka hukumnya fardlu ‘ain menuntut ilmu untuk mengetahuinya dan kita tidak boleh meninggalkannya.

2. Ilmu Sirri
Yang termasuk fardlu ‘ain mempelajarinya adalah mengetahui mana yang wajib dikerjakan dan mana yang waib ditinggalkan, agar kita dapat benar-benar mengAgungkan Allah Ta’ala, niat yang benar dan selmatnya iman.

3. Ilmu Syari’ah
Yang dianggap fardlu ‘ain mempelajarinya adalah mengetahui seluk beluk perbuatan yang dufardlukan kepada kita, agar kita dapat mengerjakan dengan benar. Misalnya bersuci dan shalat. Adapun haji, zakat dan jihad, jika memang telah menjadi fardlu ‘ain bagi kita, maka mengetahui ilmunya juga fardlu ‘ain, agar kita dapat mengerakannya dengan benar. Jika dari ketiganya (haji, zakat dan jihad) belum wajib untuk kita, maka belajarnya pun tidak (belum) wajib.

Inilah batas-batas ilmu yang wajib didapatkan dan diketahui oleh seseorang. Semoga Allah Ta’ala memberikan Taufik kepada kita semua, amin.

Thursday, March 31, 2011

Memahami peran budaya Pondok Pesantren

Orang sering melihat pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan. Ada juga yang memperlakukannya sebagai entitas politik karena para Kiai yang memimpin pondok pesantren memang memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat.

Sangat menarik melihat peranan politik yang sekarang dijalankan secara bertentangan diantara para Kiai dari pondok pesantren yang berbeda-beda. Peranan ini akan menunjukkan “model” yang akan diikuti para pemilih. Memang ada perbedaan aspirasi politik diantara mereka. Ada yang sekedar menggunakan pengaruh yang mereka miliki untuk kepentingan “mendekat” kepada para pejabat tertentu. Namun, ada pula yang lebih mementingkan kemaslahatan umat dan memelihara kepentingan masyarakat lebih luas.

Jarang sekali orang melihat pondok pesantren sebagai medium budaya dalam kehidupan masyarakat. Dilihat dari peranan ini, itulah sebenarnya salah satu fungsi pondok pesantren yang (untuk sementara) diredupkan peranan politiknya. Dari hal itu timbul pertanyaan, dapatkah pondok pesantren (setelah melalui pertentangan dahsyat sebagai akibat pelaksanaan politik itu) akan utuh kembali (minimal sebagai lembaga yang membawakan peranan budaya) di masa-masa mendatang? Dapatkah pula pondok pesantren mempertahankan “kemurnian” yang dimilikinya?

Penjelasan singkatnya begini :
Kalau memang pondok pesantren mengalami proses politisasi sedemikian jauh sehingga kehilangan fungsi-fungsi lainnya kecuali fungsi politik, “hak hidup” yang dimiliki akan hilang dengan sendirinya karena ia akan mementingkan hubungan baik dengan sistem kekuasaan yang ada.

Dengan mengetahui peranan budaya yang dilakukan pondok pesantren, kita sebagai anggota masyarakat mendapatkan kekayaan pengetahuan tentang fungsi pondok pesantren. Jika peranan utama ini hilang dari kehidupan masyarakat, kita (termasuk saya pribadi yang juga alumni pondok pesantren) juga yang akan mengalami kerugian.

Peranan yang semula berdimensi budaya tidak dapat digantikan dengan peranan yang materialistis. Perkecualiannya adalah jika ada pergantian fungsi budaya oleh “peranan-peranan baru” yang tentu saja tidak dapat ditukar oleh sekedar keakraban dengan para pejabat dan penguasa-penguasa negara.
Dengan mengenal peranan pondok pesantren seperti yang telah disebutkan diatas, kita sampai pada sebuah kesimpulan yang sangat penting. Akan kita biarkan sajakah pergantian peranan budaya pondok pesantren seperti yang diuraikan diatas oleh peranan materialistis dari sebuah pendekatan politis? Tentu saja jawabnya tidak. Karenanya, kita justru harus memperkuat bentuk-bentuk budaya baru yang hingga saat ini belum dikenal oleh warga pondok pesantren sendiri.

Contoh proses itu adalah munculnya formalisasi penggunaan kata-kata bahasa arab untuk nama pondok pesantren. Jika dahulu pondok pesantren dikenal berdasarkan nama daerahnya, seperti Pondok Pesantren Tebu Ireng (Jombang) dan Pondok Pesantren Krapyak (Yogyakarta), sekarang menjadi Pondok Pesantren Salafiyah dan Al-Munawwir. Penggunaan bahasa arab ini tidak mengganggu proses budaya yang seharusnya berlangsung. Memang mudah mengatakan perubahan, tetapi yang lebih susah adalah melaksanakannya, bukan?

Monday, March 28, 2011

Permulaan gerakan hati dan pikiran menuju Ibadah

Pada permulaannya, di hati seseorang tergerak begini :
"Kita ini selalu dikaruniai berbagai nikmat oleh Allah SWT (seperti nikmat hidup, dapat berbuat berbagai macam hal, diberi akal, bisa berbicara, serta semua sifat mulia dan diberi berbagai kelezatan, disamping tersingkirnya aneka urusan dan penyakit yang merugikan diri kita) Dzat Yang Maha Memberikan kenikmatan yang beragam ini tentu menuntut kepada kita, agar kita bersyukur dan melayani-Nya. jika kita lalai dari melayani dan bersyukur kepada-Nya, pasti Dia akan menghilangkan nikmat-nikmat itu dari diri kita dan sebaliknya akan menghukum kita. Allah SWT yang menganugerahi segala rupa nikmat itu telah mengutus seorang hamba kepada kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang dikukuhkan dengan mukjizat luar biasa yang tidak bisa dialami oleh manusia lain. utusan ini sudah menceritakan kepada kita bahwa kita mempunyai Tuhan yang Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, hidup, berkehendak, berFirman, memerintah dan melarang, Tuhan yang kuasa menghukum kita bila kita berbuat maksiat dan kuasa memberi pahala kepada kita bila kita tha'at. Tuhan yang Maha Mengetahui segala apa yang kita sembunyikan dan gerak-gerik pikiran kita. Dia telah memberikan janji dan ancaman, serta memerintahkan agar kita senantiasa melaksanakan peraturan-peraturan agama Islam".

Jika di hati seseorang ada gerak-gerik semacam ini, maka di hatinya tentu ada rasa bahwa tuntutan agar bersyukur dan melayani-Nya itu merupakan suatu hal yang mungkin. Karena, akal manusia tidak menganggap mustahil akan permulaan datangnya gerakan hati tersebut.

Sesudah itu, seseorang akan merasa takut, mengkhawatirkan dirinya, bagaimana nanti seandainya ada tuntutan dari Allah SWT. keadaan seperti ini disebut Khatir Faza' (gerakan hati yang menimbulkan rasa takut), yaitu gerak hati yang mengingatkan dan mendesak seseorang dengan hujjahnya, serta menolak semua alasan. juga mendorongnya agar berfikir dan mendatangkan dalil.

Kalalu sudah begitu, hamba tersebut akan tentu bergerak, hatinya selalu resah memikirkan bagaimana supaya selamat, aman, tenteram dari apa yang terjadi di hatinya, atau apa yang didengar telinganya.

Akhirnya, jalan yang kita temukan hanyalah merenungkankan dalil dan membuat dalil tentang ciptaan (makhluk) Allah Ta'ala yang dapat menunjukkan kepada kita adanya Dzat Pencipta, supaya bisa memiliki ilmul-yaqien, mengetaui apa yang tidak terlihat oleh mata kepala dan mengetahui bahwa kita mempunyai Tuhan yang memberi tugas, memerintah dan mencegah diri kita. ini adalah permulaan jalan rumit yang akan kita hadapi pada perjalanan Ibadah kepada Allah Ta'ala, yang disebut "Aqabatul 'Ilmi wal Ma'rifat" (jalan Ibadah berupa ilmu dan ma'rifat).

Jalan ini harus dilalui agar dalam urusan Ibadah senantiasa waspada. kita mulai melangkah untuk menempuh 'Aqabah ilmu ini yang mesti dilewati dengan baiknya perenungan terhadap dalil-dalil dan sempurnanya pemikiran, belajar serta bertanya kepada Ulama' yang mengurus kepentingan hidup di akhirat yang menjadi penunjuk jalan, pelita dan penuntun umat, juga mengambil faedah (manfaat) dan meminta do'a yang baik dari Ulama' akhirat.
Semoga kita mendapatkan kemudahan dan pertolongan Allah Ta'ala untuk bisa melampaui jalan-jalan yang rumit dalam suatu Ibadah, amin.

Dengan begitu, kita akan memperoleh keyakinan terhadap keadaan yang samar, yakni bahwa kita mempunyai Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang tidak sesuatupun menyekutui-Nya. akhirnya, kita dapat menemukan dan mengenal Tuhan, setelah sebelumnya bodoh dan tidak mengetahui apa-apa.