Recent

Sunday, May 29, 2011

Kita sering merasa yakin, tahukah apa itu "Yakin"?


Dan diantara tanda-tanda Ulama’ Akhirat itu ialah sangat bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu adalah modal Agama. Rasulullah SAW bersabda : “Keyakinan (Al-yaqin) itu adalah iman seluruhnya”.

Maka tidak boleh tidak mempelajari Ilmul Yaqin, yakni sebagian permulaan-permulaannya, kemudian terbukalah jalan bagi hatinya.

Dan karena itulah Rasulullah SAW bersabda : “Pelajarilah keyakinan!”, maksudnya adalah : duduklah bersama orang-orang yang berkeyakinan (Al-Muqinin) dan dengarlah dari mereka ilmul yaqin, biasakanlah mengikuti mereka, supaya kuatlah keyakinanmu, sebagaimana kuatnya keyakinan mereka.

Sedikit keyakinan itu masih lebih baik dari banyaknya amal. Nabi Muhammad SAW bersabda (tatkala dikatakan pada beliau) tentang orang yang baik yakinnya tetapi banyak dosanya dan orang rajin beribadah tetapi sedikit yakinnya, beliau bersabda : “Tak ada anak Adam melainkan mempunyai dosa. Tetapi orang yang berakal dan berkeyakinan, dosana tidaklah mendatangkan kemelaratan padanya. Karena, setiap ia melakukan dosa, ia akan bertaubat, meminta ampun dan menyesal. Maka tertutuplah (terhapuslah) seua dosanya dan tinggalah baginya keutamaan, dimana ia akan masuk surga dengan keutamaan itu”.

Dan jika kita bertanya : Apakah arti yakin itu? Dan apa maksud dari kuat atau lemahnya keyakinan?
Maka hendaklah kita terlebih dahulu memahami “keyakinan” itu, kemudian berusaha mencari dan mempelajarinya.
Perlu kita tahu, bahwa yakin itu suatu perkataan yang berserikat, dipakai oleh dua golongan untuk dua pengertian yang berlainan.
Adapun golongan pemerhati dan Ulama’ Ilmu Kalam memakai kata-kata yakin itu dari ketidak raguan (tidak syak). Karena, condongnya hati pada membenarkan sesuatu itu mempunyai empat tingkat, diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama : seimbang antara membenarkan dan mendustakan. Itulah yang dinamakan ragu (syak), misalnya apabila ditanyakan pada kita tentang seseorang, apakah orng itu disiksa atau tidak oleh Allah Ta’ala, sedangkan kita tidak mengetahui keadaan orang itu. Maka hati kita tidak condong untuk menetapkan ya atau tidak. Tapi kemungkinan dua hal itu ada pada diri kita secara bersamaan. Maka ini dinamakan “Syak” (ragu).

Kedua : condongnya jiwa kita terhadap salah satu dari dua hal tadi (membenarkan dan mendustakan), serta merasa adanya kemungkinan yang sebaliknya. Tetapi kemungkinan itu tidak mencegah kita untuk menguatkan syak (ragu). Misalnya apabila kita ditanya tentang seseorang yang terlihat (dalam kesehariannya) shaleh dan taqwa, bahwa orang itu jika meninggal dunia dalam keadaan yang demikian, adakah ia disiksa? Maka jiwa kita akan condong pada pendapat bahwa orang itu tidak akan disiksa. Yang demikian itu dikarenakan jelasnya tanda-tanda bahwa orang itu bertaqwa dan shaleh. Tetapi bisa saja dan mungkin ada sesuatu hal yang tersembunyi dalam batin atau rahasia pada orang itu (hanya orang itu dan Allah Ta’ala yang tahu) yang mengharuskan ia disiksa.
Kemungkinan tadi datang bersamaan dan seimbang dengan kecondongan hati kita, maka keadaan yang seperti ini dinamakan “Dhan”.

Ketiga : Condongnya hati kita untuk membenarkan sesuatu, dimana hati kita sangat kuat untuk membenarkan suatu hal dan tidak terguris oleh kecondongan hati yang lain. Jika pun terguris, kita enggan menerimanya.
Tetapi yang demikian itu tidaklah disertai dengan kuatnya pengetahuan. Karena jika seseorang yang berada dalam keadaan pada tingkat ini (ketiga) mempergunakan sebuah penelitian dengan sungguh-sungguh dan perhatian yang serius, maka maknanya akan meluas pada ke-boleh saja-an (at-tajwiz). Keadaan tingkat ketiga ini disebut “I’tiqad yang mendekati yakin”. Dan itu adalah I’tiqad orang awam tentang agama seluruhnya apabila I’tiqad itu telah terhujam pada diri seseorang dengan hanya semata-mata mendengar. Sehingga setiap golongan percaya bahwa alirannya (madzhab-nya) lah yang sah. Wallahu a’lam.

Keempat : Ma’rifat yang sebenarnya (ma’rifah haqiqiah), yang diperoleh dengan jalan dalil yang tidak diragukan dan tidak tergambar sebuah keraguan lagi dalam hati seseorang. Apabila tak ada lagi keraguan dan kemungkinan-kemungkinan seperti yang telah disebut diatas, maka disebutlah “yakin” (yang hanya dicapai oleh golongan pemerhati dan Ulama’ ilmu kalam).

0 komentar:

Post a Comment