Recent

Monday, May 2, 2011

"Aku tidak tahu"


Dan diantara tanda-tanda Ulama akhirat adalah tidak tergesa-gesa dalam memberikan fatwa, tetapi berdiri teguh menjaga diri dari memberi fatwa selama masih ada jalan untuk melepaskan diri.

Jika ia ditanya tentang apa yang diketahuinya benar-benar dengan dalil (nash) Kitabullah atau Hadits atau Ijma’ atau Qiyas yang nyata, niscaya ia akan berfatwa. Dan jika ditanya tentang sesuatu yang meragukannya, maka ia akan menjawab : “saya tidak tahu (La adri)”. Tapi jika ia ditanya tentang sesuatu persoalan yang hampir diyakininya berdasarkan ijtihad dan terkaannya, maka dalam hal ini ia akan berhati-hati, mempertahankan diri dan menyerahkan jawabannya kepada orang lain yang sekiranya lebih dalam menguasai ilmu tentang persoalan tersebut.

Inilah yang dinamakan berhati-hati, karena ikut-ikutan berijtihad (mengatakan persoalan dengan kehendaknya sendiri tanpa didasari oleh Al-Qur’an dan Hadits) adalah besar sekali bahayanya. Karena “ilmu itu adalah Kitab yang berbicara dan Sunnah yang berdiri tegak”.

Asy-Sya’bi berkata : La adri (saya tidak tahu) adalah setengah ilmu. Barangsiapa berdiam diri (karena Allah Ta’ala) tentang sesuatu yang tidak diketahuinya, maka tidaklah mengurangi pahalanya daripada orang yang berkata-kata. Karena mengaku bodoh adalah suatu yang sangat berat bagi (kebanyakan) jiwa manusia, dan juga berat untuk dikatakan pada orang lain”.
Begitulah kebiasaan para Sahabat dan para Ulama salaf

Ibnu Umar apabila ditanyakan tentang fatwa, maka beliau menjawab : “Pergilah kepada amir itu yang menerima pikulan tanggung jawab segala urusan manusia (maksudnya : yang lebih menguasai), maka letakkannlah urusan itu ke pundaknya”.

Berkata Ibrahim Bin Adham r.a : “Tidak ada yang lebih menyulitkan bagi setan selain orang alim yang berkata dengan ilmunya, dan berdiam diri dengan ilmunya”. Setan itu akan berkata : “lihatlah kepada orang alim ini.!! Diamnya lebih sulit bagiku daripada ia berkata-kata”.

Sebagian Ulama’ men-sifatkan Wali Abdal (Al-abdal) --orang shaleh yang selalu ada di dunia ini, yang selalu digantikan oleh Tuhan apabila ada yang meninggal-- dengan mengatakan : “Orang shaleh itu makannya seperlunya saja, tidurnya kalau terpaksa, dan kata-katanya kalau sudah penting, artinya : mereka tidak berbicara sebelum ditanya, dan apabila ditanya lantas ada seseorang yang lebih mampu mencukupkan hajat mereka (yang bertanya), maka ia akan berdiam diri. Dan jika diperlukan, barulah ia berkata”.

Orang-orang shaleh itu memandang bahwa memulai berbicara sebelum ditanya adalah termasuk sebagian dari hawa nafsu (suka berbicara) yang tersembunyi.
Syaidina Ali r.a dan Syaidina Abdullah r.a melewati seorang laki-laki yang sedang berbicara di hadapan orang banyak, lalu berkatalah Syaidina Ali r.a : “Orang itu nanti akan mengatakan ‘kenalilah diriku’.!!“.

Sebagian Ulama’ juga mengatakan bahwa orang berilmu itu apabila ditanya suatu masalah, seperti dicabut giginya. Ibnu Umar berkata : “Kamu bermaksud menjadikan kami jembatan, yang akan kamu pakai menuju neraka jahannam”. Sekilas kata-kata tersebut memang sulit diterima akal sehat, tapi jika kita mengerti arti sejati dari diam, maka apa yang dikatakan beliau itu adalah benar adanya.

Abu Hafash An-Naisaburi berkata : “Orang alim itu ialah orang yang takut pada pertanyaan, dimana nanti ia akan ditanya pada hari Qiamat –dari manakah kamu peroleh jawaban itu?-”.
Adalah Ibrahim At-Taimi apabila ditanyakan tentang suatu masalah, lalu menangis seraya berkata : “Apakah tuan-tuan tidak mendapati orang lain yang lebih menguasainya, sehingga tuan-tuan mendesak?”.

Tatkala Rasulullah SAW ditanyakan tentang tempat yang terbaik dan yang terburuk dibumi, maka beliau menjawab : “La adri (saya tidak tahu)”. Lalu datanglah Malalikat Jibril a.s, lantas ditanyakan hal itu pada Malaikat Jibril a.s, Malaikat Jibril menjawab : “La adri (saya tidak tahu)”. Sehingga ia diberitahu oleh Allah Ta’ala, bahwa tempat yang terbaik (di bumi) adalah Masjid, dan tempat yang terburuk (di bumi) adalah pasar”.

0 komentar:

Post a Comment