Recent

Syeikh Abul Hasan Asy Syadzili : Tentang "Siksaan"

Siksaan itu terdiri dari empat macam : 1. Siksaan melalui adzab. 2. Siksaan melalui hijab. 3. Siksaan melalui pengekangan , dan 4. Siksaan ...

Gus Dur : Tentang tasawuf dan Wihdatul Wujud (Manunggaling kawula lan Gusti)

Di dalam sebuah buku, Alwi Shihab pernah memaparkan bahwa penyebaran Islam di Negeri ini dilakukan antara lain oleh kaum Ulama pesantren.

Dari Mujahadah ke Muraqabah, sampailah pada Musyahadah

Mujahadah : Berjihad menumpas hawa nafsu yang menghalangi jiwa untuk dekat kepada Allah Ta’ala. Muraqabah : Memperhatikan gerak-gerik hati,...

Kita sering merasa yakin, tahukah apa itu "Yakin"?

Dan diantara tanda-tanda Ulama’ Akhirat itu ialah sangat bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu adalah modal Agama....

Menjadi Manusia Yang Manusiawi

Maksud dari kalimat "Manusia yang manusiawi" adalah menjadi manusia yang baik dan benar, serta manusia yang benar dan baik.

Monday, February 28, 2011

Penyesalan belum berarti taubat


Jika kita bertanya : Bukankah Nabi Muhammad SAW pernah bersabda "Menyesal dari dosa itu adalah taubat".?
Beliau tidak menjelaskan/menyebutkan seperti apa yang kita tuturkan, yakni adanya syarat-syarat taubat, itu berarti kita telah memberati orang yang hendak bertaubat.

Jawabnya begini :
Pertama perlu kita ketahui bahwa penyesalan itu merupakan suatu hal yang tidak berada dalam kekuasaan seseorang. coba kita pikir.!! orang-orang kadang menyesal lantaran melakukan berbagai hal, tetapi sebenarnya ia tidak mempunyai kehendak atau keinginan untuk menyesal. sebaliknya dengan taubat, seseorang kuasa melakukannya dan ia diperintah untuk bertaubat. kemudian tentu kita tahu, andai kata ada orang yang menyesali perbuatan dosanya -yang lantaran dosa itu kedudukannya di masyarakat jadi hilang, atau hartanya habis untuk berbuat dosa itu- maka penyesalan semacam ini tidak dapat dikatakan sebagai taubat.

Dengan keterangan ini, kita mengerti bahwa pernyataan diatas mengandung arti yang tidak dapat dipahami dari segi lahiriyahnya saja. arti itu adalah : bahwa penyesalan demi mengAgungkan nama Allah Ta'ala dan takut akan siksa-Nya itu termasuk perkara yang mendorong seseorang untuk bertaubat dengan taubat yang Nasuha, bersih dari segala pamrih. sebab menyesal karena mengAgungkan nama Allah Ta'ala termasuk sifat dan keadaan orang yang bertaubat kepada Allah Ta'ala. kalau kita ingat akan tiga macam pendahuluan taubat (ingat keburukan dosa, ingat pedihnya siksaan Allah Ta'ala, dan ingat betapa lemahnya diri kita menghaapi siksaan-Nya), kita pasti akan menyesal melakukan sebuah dosa.

Penyesalan semacam itu akan tetap bersemayam di hati seseorang pada waktu-waktu yang akan datang, sehingga akhirnya penyesalan tersebut menggerakkan diri seseorang untuk mau merendah diri dihadapan Allah Ta'ala.

Karena penyesalan termasuk salah satu sebab seseorang mau bertaubat dan termasuk sifat orang yang mau bertaubat, maka dari itulah penyesalan juga disebut oleh Rasulullah SAW sama dengan taubat, hingga beliau pun bersabda seperti yang telah tersebut diatas bahwa "penyesalan adalah taubat".
Jika kita pahami keterangan ini, kita bakal memperoleh taufik dari Allah Ta'ala, Insya Allah.

Dan semoga secuil catatan ini bisa membawa manfaat yang besar bagi para pembaca sekalian, amin. terima kasih.

Wednesday, February 23, 2011

Taubat An-nasuha


Taubat dari makshiyat dan mencari keridlaan musuh (orang yang pernah didzalimi) merupakan kefardluan yang harus dilaksanakan, sedangkan kebanyakan ibadah yang kita tuju adalah ibadah sunnah.

Patutkah kita meninggalkan perkara halal dan perkara yang diperbolehkan (Zuhud) sementara kita terus-menerus mengerjakan keharaman? tentu tidak!!! Pantaskah kita menyampaikan pengaduan kepada Allah Ta'ala, memohon dan memuji-Nya, sedangkan Allah Ta'ala murka kepada kita lantaran dosa-dosa kita? tentu tidak!!!

Ini adalah gambaran keadaan lahiriyah orang yang bermakshiyat secara terus-menerus. Semoga Allah Ta'ala memberikan pertolongan kepada kita semua dalam melakukan ta'at.
Andaikata kita bertanya : apakah arti taubat yang nasuha itu? Apakah batasan taubat yang nasuha itu? Dan apa pula yang seharusnya dilakukan oleh seseorang agar bisa keluar dari semua dosa?
Begini wahai saudara saudariku...
Taubat merupakan suatu laku diantara laku-laku hati. taubat dilakukan sesudah dihasilkannya "Pembersihan hati dari dosa" (sesuai dengan perkataan para Ulama -semoga Allah Ta'ala meridlai mereka-)

Seorang guru besar -Abu Bakar Al-Warraq- berkata tentang batasan taubat, "Yang dinamakan taubat adalah meninggalkan pemilihan dosa, dimana dosa yang telah dan sudah pernah diperbuat, demi mengAgungkan Allah Ta'ala dan takut akan kemurkaan-Nya".

Jadi, kalau direnungkan perkataan guru besar tersebut, ternyata terdapat empat syarat bagi keabsahan taubat :
1. Meninggalkan pemilihan dosa.
Yaitu, seseorang harus menempatkan hatinya dan membersihkan niatnya untuk tidak akan kembali lagi kepada dosa tersebut. adapun jika seseorang meninggalkan laku dosa (makshiyat), tetapi di hatinya masih ada bayangan hendak kembali berbuat dosa, atau tidak mempunyai keinginan hendak kembali tapi hatinya ragu-ragu, maka orang semacam ini kadang-kadang masih akan kembali melakukan dosa. ia disebut orang yang menahan diri dari dosa, bukan orang yang bertaubat dari dosa.

2. Bertaubat dari dosa yang pernah diperbuat.
Karena, jika belum pernah melakukan perbuatan dosa, berarti ia adalah orang yang takut kepada Allah Ta'ala, bukan orang yang bertaubat.
Coba kita renungkan, kalau ada orang yang berkata bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang bertaubat dari kekafiran, tentu omongan seperti itu tidaklah benar, sebab beliau sama sekali tidak pernah kafir. lain halnya umpama disebutkan bahwa Syaidina Umar adalah orang yang bertaubat kekafiran, maka perkataan ini adalah benar karena beliau memang pernah kafir.

3. Dosa yang pernah diperbuat sama dengan dosa yang ditinggalkan pemilihannya, dalam hal kedudukan dan tingkatannya, bukan dalam hal bentuknya.
Coba kita pikirkan, orang yang telah tua renta lagi rusak badannya, yang semasa mudanya pernah melakukan zina atau merampok, apabila hendak bertaubat tentu bisa, karena ppintu taubat belum lagi tertutup. namun, ia tidak meninggalkan pilihan berzina atau merampok, sebab setelah menua dan rusak badannya tentu ia tidak mungkin kuat berbuat zina atau merampok. ia tidak dapat meninggalkan pilihan berzina atau merampok, maka tidak sah jika ia disebut sebagai orang yang meninggalkan dan menahan diri dari berzina atau merampok, sementara ia memang lemah dan tidak mampu melakukannya. kendati begitu, ia masih dapat melakukan dosa yang sama tingkatannya dengan zina atau merampok, seperti berdusta, menuduh zina orang lain, bergunjing dan menghasut. sebab semua itu adalah tindakan makshiyat, walaupun dosa itu bertingkat-tingkat dalam setiap tindak makshiyat sesuai dengan kadarnya masing-masing. hanya saja makshiyat-makshiyat yang disebutkan itu berada dalam kedudukan yang sama, yaitu dibawah tingkatan bid'ah, sedangkan bid'ah itu sendiri berada dibawah tingkatan kufur. karena itu, orang yang sudah tua renta dan rusak badannya tersebut sah taubatnya dari zina atau merampok serta semua perbuatan dosa yang pernah ia kerjakan, dimana ia tidak mampu lagi berbuat seperti itu -dalam bentuknya- ketika ia telah rapuh.

4. Meniggalkan pemilihan dosa itu hanyalah demi mengAgungkan Allah Ta'ala serta takut akan kemurkaan dan kepedihan siksa-Nya.
Jadi, bukan lantaran mencintai kepentingan duniawi atau karena takut kepada manusia, atau untuk mencari pujian sesama dan supaya terkenal, bukan pula untuk mencari kedudukan, atau karena lemah dan miskin di tengah-tengah masyarakat, atau pamrih-pamrih lainnya.

Inilah syarat-syarat dan rukun-rukun taubat. apabila keempat syarat ini ada dan sempurna, maka itulah taubat yang sejati dan benar (nasuha).
Adapun hal-hal yang mesti dikerjakan sebelum taubat, ada tiga :
- Ingat keburukan dosa.
- Ingat sakitnya siksaan Allah Ta'ala bagi orang yang berdosa, yang tentu tidak tertahankan oleh kita.
- Ingat akan kelemahan diri kita dan sedikitnya daya upaya kita dalam menghadapi siksa Allah Ta'ala.

Jika seseorang tidak tahan terhadap panasnya sengatan matahari, tidak tahan akan tamparan polisi atau gigitan semut, bagaimana ia bisa tahan akan sengatan panasnya neraka jahannam dan pukulan malaikat zabaniyah atau patukan ular sebesar leher onta, atau sengatan kala jengking sebesar khimar yang terbuat dari api didalam neraka, tempat siksa dan kerusakan? Tentu tidak!!! Tidak akan tahan!!!

Semoga kita semua dilindungi oleh Allah Ta'ala dari kemurkaan-Nya dan siksaan-Nya, Amin. dan semoga ringkasan catatan ini bisa bermanfaat bagi kita untuk kembali ke jalan menuju cinta ilahi.

Saturday, February 12, 2011

ILMU DAN IBADAH


Perlu kita ketahui, bahwa ilmu dan ibadah itu merupakan dua mutiara yang menyebabkan adanya apa yang kita lihat dan kita dengar. bahkan, lantaran ilmu dan ibadah lah, kitab suci diturunkan dan para utusan itu diutus. karena ilmu dan ibadah pula langit dan bumi seisinya ini diciptakan oleh Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman :
"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepadaKu"

Ayat ini cukup menjadi dalil atas kemuliaan ibadah dan kewajiban memusatkan pikiran kita untuk beribadah.
Betapa hebat dua perkara itu (ilmu dan ibadah). keduanya adalah tujuan penciptaan dunia dan akherat. karena itu, hamba seperti kita ini seyogyanya hanya disibukkan dengan ilmu dan ibadah, serta hanya memikirkan ilmu dan ibadah.

Semuanya selain ilmu dan ibadah, adalah perkara yang pasti hilang, rusak, tidak ada kebaikannya, kosong dan tidak ada faedahnya (faedah yang kekal).
Apabila kita telah mengerti hal tersebut, maka perlu kita tahu bahwa ilmu itu lebih mulia dan lebih utama daripada ibadah.
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya keutamaan orang berilmu dibandingkan dengan ahli ibadah itu bagaikan keutamaan diriku dibandingkan dengan lelaki paling hina dari umatku".
Beliau juga bersabda:
"Memandang wajah orang alim sekali lebih aku sukai daripada beribadah setahun (puasa dan shalat malam selama setahun)".
Rasulullah SAW pernah pula bertanya pada para sahabat beliau: "Tidak inginkah kalian aku tunjukkan ahli surga yang paling mulia?", para sahabat menjawab: "Tentu saja kami ingin, ya Rasul Allah". Rasulullah SAW bersabda: "Mereka adalah Ulama (yang mengamalkan ilmu mereka) dari umatku".

Jelaslah bag kita bahwa kedudukan ilmu itu lebih mulia daripada ibadah. kendati demikian, (sebagai seorang hamba) selain berilmu, haruslah beribadah. jika ia tidak beribadah, maka ilmunya sama dengan debu yang berterbangan/bertaburan. sebab, kedudukan ilmu bagaikan sebuah pohon, sedangkan ibadah adalah bagaikan buah dari pohon tersebut. kemuliaan tentu menjadi milik pohon itu, karena pohon merupakan asal. tetapi pohon itu tidak gunanya kalau tanpa buah. bila demikian, teranglah bahwa hamba tidak bisa lepas dari ilmu dan ibadah.

Imam Al-Hasan Al-Bashriy berkata: "Tuntunlah ilmu itu tanpa merugikan ibadah dan lakukanlah ibadah tanpa merugikan ilmu".
Manakala sudah ditetapkan bahwa hamba harus tidak boleh meninggalkan ilmu dan ibadah, maka harus diketahui pula bahwa ilmu lebih utama untuk didahulukan. karena ilmu merupakan asal dan menjadi petunjuk yang benar bagi suatu ibadah.
Oleh sebab itulah Rasulullah SAW bersabda:
"Ilmu itu berada didepan amal, sedangkan amal harus mengikuti ilmu".

Wahai saudaraku yang saya cintai, Mari kita menuntun ilmu untuk menyempurnakan ibadah kita, dan janganlah kita menuntun ilmu lantaran untuk memenuhi nafsu belaka. terima kasih atas kunjungannya. semoga ini bisa menjadi manfaat bagi ibadah kita dan semoga Allah Ta'ala menerima segala amal perbuatan kita, amin.

Friday, February 4, 2011

Inikah zaman yang dimaksud oleh Rasulullah SAW.?


"Aku mengharapkan orang-orang ini melakukan lima perkara namun aku tidak bisa menemukannya" (Hakim Al-Asham). Aku mengharapkan meraka berlaku tha'at kepada Allah SWT dan zuhud dunia, tetapi mereka tidak mau melakukannya. aku berkata: "jika kalian tidak mau tha'at dan zuhud, maka bantulah aku dalam masalah tersebut". orang-orang tidak mau membantu, maka aku katakan "bila kalian tidak mau, maka ridlalah kalian kepadaku, jangan kalian membenciku manakalah aku melakukan tha'at dan zuhud". mereka tidak mau, maka aku berkata : "kalau begitu, janganlah kalian mencegahku bila aku hendak tha'at dan zuhud". mereka tetap saja mencegahku, maka aku berkata : "baiklah, kalian jangan mengajakku untuk mengerjakan perkara yang tidak membuat ridla Allah SWT yang Maha Agung dan janganlah kalian memusuhiku, apabila aku tidak mengikuti kalian". mereka pun juga tidak mau. lalu aku meninggalkan mereka dan sibuk mengurusi diriku sendiri.

Rasulullah SAW pernah bersabda "Zaman fitnah ialah zaman pertikaian".
Ditanyakan oleh seorang sahabat, "apakah zaman pertikaian itu.?", Rasulullah SAW menjawab, "Yaitu zaman ketika seseorang tidak aman terhadap teman duduknya".

Ibnu Mas'ud menuturkan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Al-Harits bin 'Umairah, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepada beliau: "Jika engkau dikaruniai umur panjang, tentu akan datang padamu suatu masa, yang pada masa itu banyak juru khutbah sedikit Ulama'nya, banyak orang meminta sedikit yang mau memberi, kesenangan nafsu di masa itu merupakan penuntun dalam menuntut ilmu".

Al-Harits bertanya : "Kapankah kejadian yang demikian itu, ya Rasulullah.?", Rasulullah SAW bersabda : "Nanti apabila jama'ah shalat dimatikan (jarang orang yang mau shalat berjama'ah), uang sogok diterima, agama dijual dengan harga murah dari harta dunia. nanti kalau sudah demikian, maka carilah keselamatan, carilah keselamatan! kasihan kau! carilah keselamatan (yakni keselamatan agama)".

Semua yang tersebut dalam hadits-hadits diatas, pasti sudah kita lihat dengan mata kepala kita pada zaman kita ini dan orang-orang yang berada dizaman kita (sekarang ini). karena itu, mari kita waspada. mari berhati-hati terhadap hati kita sendiri.
Orang-orang kuno yang shalih-shalih (semoga Allah SWT meridlai mereka) telah sepakat untuk memperingatkan para muslimin, terhadap zaman fitnah dan ahlinya.

Orang-orang kuno itu memilih untuk mengucilkan diri dari pergaulan dan menyuruh 'uslah. mereka juga saling berwashiyat dalam urusan 'uslah ini. tentu kita tidak akan ragu lagi bahwa orang-orang kuno yang shalih-shalih itu lebih awas dan lebih mempunyai kehendak baik terhadap kita, daripada yang lainnya. dan perlu kita ketahui bahwa pada zaman sesudah zaman mereka tidak bisa dianggap lebih baik ketimbang zaman yang telah ada. sebaliknya, pasti lebih buruk dan lebih pahit dibandingkan dengan zaman yang telah lewat itu.