Recent

Thursday, April 21, 2011

Mari berjalan-jalan di dunia nafsu (Musuh yang dicintai kebanyakan manusia)


Seperti yang telah dijelaskan dalam catatan sebelumnya, dari sebuah buku yang berjudul “Insan Kamil”, saya mendapati ada empat pembagian nafsu (Muthmainnah, Supi’ah, Amarah, Lawwaamah). Salah satu dari keempat nafsu itu adalah nafsu untuk menuju kebaikan (Muthmainnah). Dari sini kita pasti tahu jika satu melawan tiga, jelas sulit untuk menang, kecuali dengan bantuan Allah Ta’ala.

Jika sudah begitu, hendaklah kita selalu berhati-hati terhadap nafsu yang senantiasa mengajak berbuat jelek. Karena hafsu adalah musuh yang paling berat balaknya, paling sulit merawatnya, paling pelik penyakitnya, dan paling sulit pengobatannya.

Keharusan berhati-hati terhadap nafsu ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
- Nafsu adalah musuh yang datang dari dalam diri sendiri. Ibarat pencuri, apabila pencuri itu ada di dalam rumah itu sendiri, tentu akan sangat sulit disiasati, amat menyusahkan dan yang pasti meresahkan.
Benar sekali pa yang dikatakan oleh orang-orang kuno dulu:
“Nafsuku selalu mengajakku berbuat yang merugikan diriku, memperbanyak penyakitku. Bagaimana daya upayaku menghadapi musuh yang berada diantara tulang-tulang igaku?”.

- Nafsu itu musuh yang disukai dan (mungkin) dicintai. Kebanyakan manusia biasanya buta terhadap cela dirinya sendiri, malah hampir tidak melihat cela atau aib dirinya.
Sebagaimana yang juga dikatakan oleh orang-orang terdahulu:
“Engkau tidaklah melihat cela orang yang dicintai, juga tidak dapat melihat sebagian dari apa yang ada padanya (orang yang dicintai) apabila engkau sudah senang. Mata yang senang tentu tumpul (tidak dapat melihat) terhadap setiap cela, tetapi mata yang benci akan menampakkan berbagai keburukan”.

Kalau begitu, manusia cenderung menganggap baik setiap kejelekan yang datang dari nafsunya dan hampir-hampir tidak dapat melihat celanya, karena kebanyakan manusia sangat mencitai dirinya sendiri, padahal nafsu selalu memusuhi dan membuat madlarat kepada manusia. Tidak perlu memakan waktu lama bagi nafsu untuk menjerumuskan manusia kedalam keterbukaan aib dan kerusakan, sedangkan manusia sering tidak merasa, kecuali jika Allah Ta’ala menjaganya dan menolongnya mengalahkan nafsu, dengan Anugerah dan Rahmat-Nya.

Kemudian, mari kita renungkan satu faedah penting yang dapat memuaskan kita, yaitu : Apabila kita au memperhatikan, kita akan mengetahui bahwa asal semua fitnah, terbukanya aib, kehinaan, kerusakan dan dosa yang terjadi pada makhluk Allah Ta’ala (sejak permulaan makhluk sampai hari Qiamat), sumbernya adalah dari nafsu. Terkadang disebabkan oleh nafsu itu sendiri dan terkadang juga sebab bantuan nafsu.

Permulaan maksiat kepada Allah Ta’ala adalah dari iblis, sedangkan sebab maksiat iblis itu (sesudah Qadla’ Allah Ta’ala yang telah ditentukan) adala hawa nafsu. Dengan kesombongan dan kedengkian, nafsu menjerumuskan manusia kedalam lautan kesesatan, sehingga tenggelam selamanya. Karena, seperti yang telah dikatakan oleh Imam Ghazaly dalam kitab beliau bahwa di akhirat nanti tidak ada dunia, tidak ada makhluk dan tidak setan, namun nafsu (dengan kesombongan dan kedengkiannya) memperlakukan iblis dengan apa yang ia lakukan.

Mari kita mengingat kembali peristiwa Adam dan Hawa –‘Alaihimas salam— yang dikeluarkan dari surga Firdaus lantaran menuruti nafsu. Renungkan juga peristiwa Qabil dan Habil, penyebab Qabil membunuh Habil adalah kedengkian dan pelit. Kemudian peristiwa Harut dan Marut, penyebab Harut dan Marut turun derajatnya dan disiksa adalah karena menuruti hawa nafsu.
Demikian seterusnya sampai hari Qiamat.

Timbulnya fitnah, terbukanya aib di kalangan masyarakat, timbulnya kesesatan atau maksiat, pasti berasal dari nafsu dan kesenangan nafsu. Seandainya tidak nafsu, tentu semua manusia akan baik dan selamat.
Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk dan pertolongan kepada kita semua, dan juga memberikan kita kekuatan untuk meredam, melawan dan mencegah hawa nafsu.

0 komentar:

Post a Comment