Recent

Tuesday, September 29, 2009

Mengenal Angan-angan

"Melanturnya angan-angan ialah menginginkan hidup untuk waktu yang panjang, dengan memastikan. sedangkan pendeknya angan-angan yaitu memastikan dalam angan-angan itu, misalnya; mengikatnya dengan istitsnaa (Insya Allah, dengan kehendak dan ilmu Allah SWT) dalam menuturkannya, atau dengan syarat baik dalam menginginkannya".

Dengan demikian, bila kita menyebut-nyebut hidup kita, umpamanya ; "aku masih akan hidup sesudah tarikan nafas yang kedua, atau hari yang kedua", dengan memastikan, maka kita di namakan orang yang melantur angan-angannya. hal ini merupakan makshiyat, karena yang demikian berarti memastikan perkara ghaib.

Jika kita membuat qayyid (mengikat) angan-angan itu dengan kehendak Allah SWT dan ilmu-NYA, lalu kita berkata "aku akan hidup Insya Allah", berarti kita keluar dari hukum angan-angan dan kita bisa di sifati sebagai orang yang meninggalkan angan-angan.

Begitu pula jika kita menginginkan hidup hingga waktu yang kedua secara memastikan, maka kita disebut orang yang panjang angan-angan. tetapi kalau kita membuat qayyid terhadap keinginan kita itu dengan syarat baik, maka kita keluar dari hukum angan-angan dan disebut orang yang pendek angan-angannya, karena kita tidak memastikan dalam keinginan kita.
Karena itu lah, mari kita tinggalkan memastikan dalam menyebut kekekalan dan menginginkannya.

Yang dimaksud dengan "Menyebut" adalah ingatnya hati, yakni memantapkan dan menetapkan pada hati untuk meninggalkan perbuatan memastikan itu.
Mari kita pahami keterangan di atas, mudah-mudahan mendapatkan petunjuk, aamien.

Angan-angan itu ada dua macam; angan-angan umum dan angan-angan khusus.
angan-angan umum yaitu menginginkan hidup terus untuk mengumpulkan dunia dan bersenang-senang dengannya. ini adalah makshiyat yang murni, dan lawannya adalah pendeknya angan-angan.
Allah SWT telah berfirman yang artinya : "Biarkanlah mereka itu makan dan bersenang-senang serta disibukkan oleh angan-angan mereka, maka mereka bakal mengetahui akibat perbuatan mereka".

Sedangkan angan-angan khusus yaitu menginginkan terus hidup untuk menyempurnakan amal yang baik. angan-angan ini mengandung hal yang mengkhawatirkan, yakni sesuatu yang tidak di yakini kebaikannya. sebab, kadang-kadang seseorang dalam melakukan kebaikan atau menyempurnakannya itu tidak ada bagusnya,karena terjerumus ke dalam ujub atau riyaa, atau afat lain, di mana kebaikan yang dilakukan tidak seimbang dengan afatnya.
Jadi, apabila seseorang memulai untuk melakukan shalat, puasa atau lainnya, maka ia tidak boleh bermaksud menyempurnakannya. sebab, kesempurnaan itu merupakan perkara yang samar. juga tidak boleh bermaksud menyempurnakannya dengan memastikan sebab boleh jadi hal itu tidak ada kebaikannya bagi orang tersebut. sebaliknya ia harus membuat qayyid dengan istitsnaa (Insya Allah) atau dengan syarat baik, supaya lepas dari buruknya angan-angan.

Allah SWT telah berfirman kepada Nabi Muhammad SAW yang artinya : "Janganlah sekali-kali engkau mengucapkan pada sesuatu : 'aku akan melakukan sesuatu itu besok', kecuali jika Allah SWT menghendaki".

Kebalikan angan-angan ini menurut para Ulama adalah niat yang terpuji. para Ulama mengatakan demikian hanyalah menurut cara memberikan kelapangan, karena orang yang berniat dengan niat yang terpuji itu pasti tidak mau berangan-angan.
Inilah hukum amal (angan-angan) dan niat yang terpuji.

Andaikata ada orang bertanya : Kenapa diperbolehkan memastikan pada permulaan, tetapi wajib pasrah dan istitsnaa dalam menyempurnakannya ?
Jawabnya : Karena, tidak ada kekhawatiran pada permulaan, sebab amal itu pada permulaan bukan sesuatu hal yang berada di belakang (belum terjadi), sedangkan dalam keadaan menyempurnakan terdapat kekhawatiran, karena menyempurnakan amal adalah suatu hal yang berada di belakang.

Jadi, dalam penyempurnaan itu terdapat dua kekhawatiran yang bisa sampai pada kesempurnaan, kita tidak tahu apakah bisa sampai ke sana atau tidak, dan kekhawatiran rusaknya amal, kita tidak tahu apakah dalam penyempurnaan itu baik atau tidak. kalau begitu, wajib istitsnaa lantaran kekhawatiran sampai tidaknya kepada kesempurnaan dan wajib pasrah lantaran kekhawatiran akan rusaknya amal.

0 komentar:

Post a Comment