Recent

Monday, January 11, 2010

HAKIKAT PERJALANAN


Perjalanan adalah metafora. hidup, seperti sering dikatakan orang adalah perjalanan, pengembaraan dari sau titik menuju titik akhir. pada tingkat individual, hidup adalah perjalanan fidik semenjak kelahiran sampai kematian. perjalanan ini masih berlanjut pada perjalanan di alam barzah menuju keabadian.

Nabi Muhammad SAW, tidak terkecuali, adalah pengembara. tapi berbeda dengan kebanyakan manusia biasa, Nabi Muhammad mengembara di sepanjang jalan yang benar (al-shirath al mustaqim), menapaki jalan atas panduan Tuhan. setidaknya terdapat tiga perjalanan nabi Muhammad SAW yang sangat pentung dan paradigmatik bagi kaum muslimin.

Perjalanan pertama nabi Muhammad SAW adalah Isra' Mi'raj. sepanjang peristiwa Isra', Nabi muhammad SAW berjalan atau "diperjalankan" dari masjid Al-Haram di Mekah menuju masjid Al-Aqsa di yerussalem. selanjutnya, dari sana Nabi melakukan Mi'raj ke singgasana Tuhan. dilihat dari apa yang dialaminya sepanjang perjalanan, Isra' mi'raj jelas merupakan perjalanan untuk menempuh perjalanan di dunia lain bagi Nabi Muhammad. riwayat-riwayat diseputar perjalanan Nabi ini menyatakan bahwa di masjid Al-Aqsa beliau ditemani oleh Nabi-Nabi terdahulu, mereka bahkan meminta Nabi Muhammad SAW untuk mengimami mereka dalam mengerjakan shalat.

Selanjutnya, ketika Mi'raj, malaikat jibril memperlihatkan kepada Nabi Muhammad berbagai lapis langit. Beliau bertemu dengan Rasul-Rasul terdahulu, sekaligus menyaksikan mereka yang dikutuk Tuhan ke dalam tempat yang penuh kesengsaraan. banyak kaum muslimin percaya bahwa Isra' Mi'raj melibatkan perpindahan Nabi Muhammad SAW secara fisik. namun, ada juga tradisi interpretasi non-literalistik yang berpendapat bahwa Isra' Mi'raj merupakan pengalaman spiritual dan batin. tetapi, jika dipahami sebagai konsep generik, Mi'raj memberikan metafora bagi penjelasan-penjelasan tentang dinamika pertumbuhan spiritual seseorang. dalam pandangan jalaludin rumi, sekedar berbicara dan bertindak adalah jalan penuh debu dari perjalanan zahir (jasmaniah) seseorang, sedangkan perjalanan batiin membawa ruh melintasi langit menuju kesempurnaan spiritual.

Mempertimbangkan hal ini, tidak heran kalau perjalanan Isra' Mi'raj Nabi menjadi model bagi banyak aspirandan peminat dalam perjalanan dan kesempurnaan ruhani. Abu Yazid Al-Bistami, misalnya, menyatakan bahwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam mencapai kedekatan dengan Tuhan merupakan teladan paling sempurna dari perkembangan dan kemajuan ruhaniah.

Perjalanan kedua Nabi Muhammad adalah "hijrah" atau pindah dari Mekah ke Madinah pada 622 M. perjalanan ini menandai bermulanya sejarah kaum muslimin. tetapi lebih dari itu, perjalanan ini telah menjadi metafora persyaratan fundamental bagi setiap kaum muslim dalam hubungannya dengan dunia dan sekitar mereka. secara simbolis, mereka harus bersedia meniggalkan kediaman mereka, mendengarkan panggilan Tuhan guna membangun sebuah masyarakat yang adil, menempuh resiko dalam menghadapi dan memerangi kepercayaan dan kebudayaan pagan demi kepentingan sebuah keimanan kepada Tuhan. dengan demikian, hijrah semula merupakan metafora dari perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain yang lebih memungkinkan bagi tercapainya tujuan-tujuan untuk menegakkan nilai-nilai Islam.

Dalam perkembangan lebih lanjut, hijrah juga dapat berarti sejumlah tindakan yang tidak selalu berupa perpindahan fisik. hijrah, misalnya, juga merupakan metafora dari perpindahan nilai yang dilakukan seseorang termasuk penganut muslim sekalipun, seperti meninggalkan nilai-nilai yang tidak disukai Tuhan, untuk kemudian sepenuhnya masuk kedalam Islam. dalam konteks terakhir ini, lagi-lagi perjalanan hijrah merupakan transformasi spiritual, yang jika ditingatkan intensitasnya akan membuat seseorang bisa mencapai kesempurnaan ruhaniahnya.

Banyak pemikir Islam kontemporer mengartikan hijrah dalam makna terakhir ini. Al-Maududi, misalnya, memandang hijrah sebagai perpindahan seorang muslim dari nilai-nilai jahiliyah modern kepada tatanan Islami (Nizham al-Islami). sedangkan Ayatullah khomeini memahami hijrah sebagai perjalanan ruhani yang melibatkan perjuangan melawan kecenderungan setiap orang untuk mementingkan dirinya sendiri.

Perjalanan ketiga nabi Muhammad SAW yang penuh makna simbolis adalah perjalanan ibadah haji (hajj wada') dari madinah ke Mekah menjelang akhir hayatnya. dalam perspektif religio-politik, perjalanan ini merupakan pernyataan tentang penguasaan kaum muslimin atas tempat suci Mekah. tetapi lebih dari itu, perjalanan haji ini mempunyai implikasi spiritual simbolis, perjalanan ini adalah kembali kepada pusat kesucian yang terbentuk sejak masa Nabi Ibrahim as. karena itulah, kaum muslimin yang mengikuti jejak langkah Nabi Muhammad SAW mengadakan perjalanan haji ke Mekah tidak sekadar melakukan perjalanan fisik, tetapi juga menggambarkan perjalanan abadi sepanjang kehidupan menuju ke pusat kekudusan keILAHIan.

Perjalanan ibadah haji menuju ka;bah adalah metafora dari "akhir" perjalanan, karena ia adalah titik asal semua ciptaan Tuhan. para penyair muslim sering menyebut ka'bah sebagai harapan dan cinta, atau kebajikan yang dipandang penting dan selalu dicari atau diimpikan orang. Jalaludin Rumi, sekali lagi, menganggap bahwa Ka'bah yang secara fisik di Mekah dan merupakan perpanjangan dari "Ka'bah" yang terdapat di kalbu (hati).

Pada akhirnya, ada baiknya mengutip dari apa yang telah dinyatakan oleh Ibnu Arabi bahwa setiap perjalanan ruhaniah terdiri dari tiga jenis, perjalanan menjauh dari, menuju kepada, dan dalam Tuhan. para pendosa mengalami frustasi dalam perjalanan tnpa akhir, mereka yang beriman tetapi belum sempurna dalam pengetahuan tentang wujud Tuhan,sampai ke titik kehadiran Tuhan, tetapi terhalang hijab untuk menyaksikan-Nya, dan mereka yang terpilih yang pada akhir perjalanannya barhasil menyaksikan Tuhan. ketiga perjalanan Nabi Muhammad SAW adalah perjalanan menuju kepada dan dalam Tuhan.

SubhanALLAHu wal hamduliLLAHi walaa ilaaha illALLAHu waLLAHu akbar, walaa haula walaa quwwata illaa biLLAHi al 'aliyyi al 'adziim...

Di kutip dari buku "MENUJU MASYARAKAT MADANI", Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A

0 komentar:

Post a Comment