Recent

Wednesday, February 23, 2011

Taubat An-nasuha


Taubat dari makshiyat dan mencari keridlaan musuh (orang yang pernah didzalimi) merupakan kefardluan yang harus dilaksanakan, sedangkan kebanyakan ibadah yang kita tuju adalah ibadah sunnah.

Patutkah kita meninggalkan perkara halal dan perkara yang diperbolehkan (Zuhud) sementara kita terus-menerus mengerjakan keharaman? tentu tidak!!! Pantaskah kita menyampaikan pengaduan kepada Allah Ta'ala, memohon dan memuji-Nya, sedangkan Allah Ta'ala murka kepada kita lantaran dosa-dosa kita? tentu tidak!!!

Ini adalah gambaran keadaan lahiriyah orang yang bermakshiyat secara terus-menerus. Semoga Allah Ta'ala memberikan pertolongan kepada kita semua dalam melakukan ta'at.
Andaikata kita bertanya : apakah arti taubat yang nasuha itu? Apakah batasan taubat yang nasuha itu? Dan apa pula yang seharusnya dilakukan oleh seseorang agar bisa keluar dari semua dosa?
Begini wahai saudara saudariku...
Taubat merupakan suatu laku diantara laku-laku hati. taubat dilakukan sesudah dihasilkannya "Pembersihan hati dari dosa" (sesuai dengan perkataan para Ulama -semoga Allah Ta'ala meridlai mereka-)

Seorang guru besar -Abu Bakar Al-Warraq- berkata tentang batasan taubat, "Yang dinamakan taubat adalah meninggalkan pemilihan dosa, dimana dosa yang telah dan sudah pernah diperbuat, demi mengAgungkan Allah Ta'ala dan takut akan kemurkaan-Nya".

Jadi, kalau direnungkan perkataan guru besar tersebut, ternyata terdapat empat syarat bagi keabsahan taubat :
1. Meninggalkan pemilihan dosa.
Yaitu, seseorang harus menempatkan hatinya dan membersihkan niatnya untuk tidak akan kembali lagi kepada dosa tersebut. adapun jika seseorang meninggalkan laku dosa (makshiyat), tetapi di hatinya masih ada bayangan hendak kembali berbuat dosa, atau tidak mempunyai keinginan hendak kembali tapi hatinya ragu-ragu, maka orang semacam ini kadang-kadang masih akan kembali melakukan dosa. ia disebut orang yang menahan diri dari dosa, bukan orang yang bertaubat dari dosa.

2. Bertaubat dari dosa yang pernah diperbuat.
Karena, jika belum pernah melakukan perbuatan dosa, berarti ia adalah orang yang takut kepada Allah Ta'ala, bukan orang yang bertaubat.
Coba kita renungkan, kalau ada orang yang berkata bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang bertaubat dari kekafiran, tentu omongan seperti itu tidaklah benar, sebab beliau sama sekali tidak pernah kafir. lain halnya umpama disebutkan bahwa Syaidina Umar adalah orang yang bertaubat kekafiran, maka perkataan ini adalah benar karena beliau memang pernah kafir.

3. Dosa yang pernah diperbuat sama dengan dosa yang ditinggalkan pemilihannya, dalam hal kedudukan dan tingkatannya, bukan dalam hal bentuknya.
Coba kita pikirkan, orang yang telah tua renta lagi rusak badannya, yang semasa mudanya pernah melakukan zina atau merampok, apabila hendak bertaubat tentu bisa, karena ppintu taubat belum lagi tertutup. namun, ia tidak meninggalkan pilihan berzina atau merampok, sebab setelah menua dan rusak badannya tentu ia tidak mungkin kuat berbuat zina atau merampok. ia tidak dapat meninggalkan pilihan berzina atau merampok, maka tidak sah jika ia disebut sebagai orang yang meninggalkan dan menahan diri dari berzina atau merampok, sementara ia memang lemah dan tidak mampu melakukannya. kendati begitu, ia masih dapat melakukan dosa yang sama tingkatannya dengan zina atau merampok, seperti berdusta, menuduh zina orang lain, bergunjing dan menghasut. sebab semua itu adalah tindakan makshiyat, walaupun dosa itu bertingkat-tingkat dalam setiap tindak makshiyat sesuai dengan kadarnya masing-masing. hanya saja makshiyat-makshiyat yang disebutkan itu berada dalam kedudukan yang sama, yaitu dibawah tingkatan bid'ah, sedangkan bid'ah itu sendiri berada dibawah tingkatan kufur. karena itu, orang yang sudah tua renta dan rusak badannya tersebut sah taubatnya dari zina atau merampok serta semua perbuatan dosa yang pernah ia kerjakan, dimana ia tidak mampu lagi berbuat seperti itu -dalam bentuknya- ketika ia telah rapuh.

4. Meniggalkan pemilihan dosa itu hanyalah demi mengAgungkan Allah Ta'ala serta takut akan kemurkaan dan kepedihan siksa-Nya.
Jadi, bukan lantaran mencintai kepentingan duniawi atau karena takut kepada manusia, atau untuk mencari pujian sesama dan supaya terkenal, bukan pula untuk mencari kedudukan, atau karena lemah dan miskin di tengah-tengah masyarakat, atau pamrih-pamrih lainnya.

Inilah syarat-syarat dan rukun-rukun taubat. apabila keempat syarat ini ada dan sempurna, maka itulah taubat yang sejati dan benar (nasuha).
Adapun hal-hal yang mesti dikerjakan sebelum taubat, ada tiga :
- Ingat keburukan dosa.
- Ingat sakitnya siksaan Allah Ta'ala bagi orang yang berdosa, yang tentu tidak tertahankan oleh kita.
- Ingat akan kelemahan diri kita dan sedikitnya daya upaya kita dalam menghadapi siksa Allah Ta'ala.

Jika seseorang tidak tahan terhadap panasnya sengatan matahari, tidak tahan akan tamparan polisi atau gigitan semut, bagaimana ia bisa tahan akan sengatan panasnya neraka jahannam dan pukulan malaikat zabaniyah atau patukan ular sebesar leher onta, atau sengatan kala jengking sebesar khimar yang terbuat dari api didalam neraka, tempat siksa dan kerusakan? Tentu tidak!!! Tidak akan tahan!!!

Semoga kita semua dilindungi oleh Allah Ta'ala dari kemurkaan-Nya dan siksaan-Nya, Amin. dan semoga ringkasan catatan ini bisa bermanfaat bagi kita untuk kembali ke jalan menuju cinta ilahi.

1 comment: