Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi.
Rasa ingin selalu tahu hal yang baru adalah hal yang fitri manusia. Karena ia datang ke dunia ini dengan serba tidak tahu (Laa ta’lamuuna syai-an). Apabila ia dapat mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak ia ketahui, terasalah kepuasan dan kesenangan hati. Sedangkan tingkat kesenangan itu sendiri terbagi menjadi dua tingkat, pertama adalah lazaat, yaitu kepuasaan. Kedua adalah sa’adah, yaitu kebahagiaan.
Semakin banyak yang dapat diketahui, semakin tinggi pula tingkat kepuasan dan semakin mendalam pula kebahagiaannya. Itulah sebabnya orang yang lebih luas ilmu pengetahuannya, lebih merasa berbahagia hatinya.
Lantas dimanakah puncak tertinggi dari kepuasan dan kebahagiaan? Puncaknya yang tertinggi adalah “Ma’rifatullah”, mengenal Allah SWT.
Rasa puas karena mengetahui sesuatu ialah menurut thabi’at kejadian sesuatu itu. Kepuasaan mata ialah karena melihat rupa (sesuatu yang tampak) indah. Kelezatan telinga ialah karena mendengar suara yang merdu. Maka segala indera dalam tubuh, mendapatkan kepuasan karena tercapai pengetahuan itu menurut imbangannya masing-masing.
Nyata indera ialah dari nyalanya jiwa. Sedagkan pusat indera yang sebenarnya ialah hati. Apabila mata melihat yang indah, dan telinga mendengar suara yang merdu, dengan sendirinya timbullah keinginan hati untuk megetahui dari mana asal datangnya, dan siapakah gerangan penciptanya. Maka mengetahui sumber tempat datangnya segala keindahan itu hanyalah semata-mata tugas hati dan (bisa jadi) hanya hati yang bisa menyelaminya.
Maka tidak dapat kita pungkiri lagi bahwasannya puncak dan puncaknya segala keindahan, kepuasan, dan kebahagiaan ialah mengetahui pokok pangkal segala kejadian, pokok pangkal segala keindahan, itulah Allah SWT. Tidak ada yang lain lagi diatas-Nya.
Misalkan, seseorang yang merasa berbahagia bisa berkenalan dengan seorang perdana menteri, tentu kebahagiaan itu akan semakin betambah jika bisa berkenlan dengan seorang raja, dan kebahagiaan itu kan semakin bertambah pula jika bisa berkenalan dengan Rajanya para raja.
Itulah bahagia yang tidak ada kebahagiaan lagi diatasnya. Itulah ujung dari segala kepuasan. Karena tidak yang maujud yang lebih mulia dari itu. Bahkan segala kemuliaan yang maujud, adalah karena kemuliaan-Nya. Ada, karena dikehendaki-Nya. Mari kita timbang baik-baik. Kelezatan, kepuasan dan kebahagiaan yang bagaimana yang didapat dengan indera lahir? Bukankah semua pandangan mata, pendengeran telinga dan indera lahir itu hanya hidup karena masih adanya pertalian diantara tubuh dengan nyawa? Apabila pelita nyawa telah padam, masih dapatkah mata melihat dan telinga mendengar? Bahkan, sakit badan saja pun telah merubah rasa indah pada penglihatan mata dan pendengaran telinga.
“Kadang ingkarlah mata akan cahaya matahari lantaran trakhom. Dan kadang ingkarlah mulut akan sejuknya air, lantaran sakit.”
Keindahan Tuhan hanya dapat dirasai oleh hati. Dan hati tidaklah mati karena kematian tubuh. Bahkan dengan mati itulah dia bertambah kuat. Karena hidup itu pada hakikatnya adalh kegelapan, dan maut itulah terang. Tetapi meskipun hidup itu gelap, dengan mujahadah, dengan perjuangan, dapatlah kita menyeruak kegelapan itu.
"Biarpun gelap alan di sekeliling,
Cahaya bersinar di jiwa kita
Asalkan wajah tidak berpaling,
Menuju hakikat pada Khalik “Sang Pencipta”.
Tidak saja di waktu mati atau tidur saja hati itu terbuka, namun ia (hati) itu tetap terbuka saat bangun, saat sadar, asal ada latihan. Sedangkan latihan itu sendiri ialah menahan nafsu, menahan ghadah (marah), dan segala budi pekerti yang tercela. Maka apabila seorang hamba telah bersuni dengan dirinya, terhentilah perjalanan indera, dan bangunlah indera batinnya. Maka teruskanlah Dzikrullah dengan hati, sebut Dia (Allah SWT), dan jangan pernah di lepaskan. Maka saat itulah tidak ada lagi yang mampu menguasai batin kecuali Tuhan Yang Esa (Allah SWT). Itulah pintu mujahadah, dan saat itulah terbuka “mata hati” kita. Maka pada saat itulah seorang insan mampu menyaksikan sendiri sesuatu yang rahasia yang selama ini belum pernah ia ketahui.
Rahasia kebatinan ini hanya terdapat dalam perbendaharaan Tuhan, dimana akan sulit dicapai oleh seseorang yang masih terbalut oleh pengaruh perbendaan dunia. Hanya dengan hati seseorang mampu melebur menjadi satu kedalam cahaya keindahan abadi yang tak akan pernah padam.
Ya, hanya dengan itu !!!
Friday, February 19, 2010
Home »
Renungan sufistik
» Menuju Kebahagiaan Tertinggi
0 komentar:
Post a Comment