Recent

Syeikh Abul Hasan Asy Syadzili : Tentang "Siksaan"

Siksaan itu terdiri dari empat macam : 1. Siksaan melalui adzab. 2. Siksaan melalui hijab. 3. Siksaan melalui pengekangan , dan 4. Siksaan ...

Gus Dur : Tentang tasawuf dan Wihdatul Wujud (Manunggaling kawula lan Gusti)

Di dalam sebuah buku, Alwi Shihab pernah memaparkan bahwa penyebaran Islam di Negeri ini dilakukan antara lain oleh kaum Ulama pesantren.

Dari Mujahadah ke Muraqabah, sampailah pada Musyahadah

Mujahadah : Berjihad menumpas hawa nafsu yang menghalangi jiwa untuk dekat kepada Allah Ta’ala. Muraqabah : Memperhatikan gerak-gerik hati,...

Kita sering merasa yakin, tahukah apa itu "Yakin"?

Dan diantara tanda-tanda Ulama’ Akhirat itu ialah sangat bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu adalah modal Agama....

Menjadi Manusia Yang Manusiawi

Maksud dari kalimat "Manusia yang manusiawi" adalah menjadi manusia yang baik dan benar, serta manusia yang benar dan baik.

Thursday, February 25, 2010

Tasawuf di Negeri Persia

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi.

Persia telah banyak memunculkan Ulama-ulama besar seperti Al Ghazali, filosof seperti Ibnu Sina, dan ahli bahasa Arab yang sangat berjasa dalam perkembangan bahasa itu seperti Sibawaihi. dan dalam perkembangan tasawuf, Persia juga telah banyak memunculkan ahli-ahli tasawuf yang salah satu diantara mereka adalah penyair terkenal yaitu Jalaludin Rumi.

ABU SA'ID
Beliau merupakan shufi besar, penyair dan perenugn yang jarang sekali tandingannya. beliau adalah orang yang terkenal dalam dunia tasawuf di negeri Persia. beliau sejaman dengan pujangga Al-Firdausi dan filosof Ibnu Sina dan pernah saling bertukar pikiran dengan beliau. tasawufnya yang terkenal yaitu "Rabayat". salah satu syairnya adalah sebagai berikut :
"Wahai Dzat yang kepada Engkaulah aku memohon,
Jiwaku ada dalam genggaman-Mu
Aku menghadap hanya kepada engkau semata.
Untuk kubanggakan dihadapan majlis-Mu,
Sebab semua akan datang pada-Mu dengan penuh pengharapan
Kepada Engkaulah aku menyerahkan nasibku".

AL-ANSHARI
Setalah it lahirlah di Huraat Syekh Abdullah Al-Anshari 396 - 481 Hijriyah (1066 - 1088 Miladiyah). banyak karangan beliau tentang tasawuf "thabaqat" (kisah kehidupan ahli-ahli tasawuf). keistimewaan beliau ialah melukiskan do'a-do'a yang dari segi kesusasteraan dapat dipandang sebagai Prosa tertinggi. diantaranya :
"Ilahi...
Di hadapanku penuhlah ranjau dan bahaya,
Jalan surutku telah gelap semata
Bimbinglah tanganku Ya Tuhan!
Tak ada harapanku, hanyalah Kurnia dan Taufik-Mu jua.
Ilahi...
Selendang-Mu menyelubungi kepala kami
Rahasia-Mu menyelimuti hati kami
Syi'ar-mu memenuhi lidah kami
Kalau aku memohon, yang kumohon hanyalah Ridha-Mu
Kalau aku berkata, yang kuulang-ulang hanyalah pujian atas-Mu".


SINAI
Setelah itu lahirlah Majduddin Sinai Al-Ghaznawy (meninggal pada tahun 545 H (1151 M). tasawufnya banyak ditulis berupa susunan syair "Masnawi" di dalam bukunya yang bernama Hadiqztul Hadaiq" (Taman Kebenaran). sebagian dari perkataan beliau tentang hakikat tasawuf ialah :
"Aku cabut kembali segala perkataan yang telah dan pernah kukatakan. sebab sudahlah nyata olehku bahwa segala perkataan tidaklah cukup untuk menyatakan apa yang terasa, dan yang terasa tidaklah cukup dikeluarkan oleh perkataan" (Lafadz tidaklah mencukupi makna, dan makna tidak mencukupi lafadz).
Itulah puncak rasa yang meliputi hati seorang shufi.

AL-'ATHAR
Ketiga ahli tasawuf tersebut telah melapangkan jalan bagi kedatangan seorang shufi yang sangat mendalam, penyair kecintaan kepada Tuhan dan pengarang yang kaya akan imajinasi. itulah Fariduddin Al-'Aththaar, orang Naisabur yang meninggal pada permulaan abad ke Tujuh Hijiriyah. beliau digelari "Sauthus salikin" (Cemeti orang-orang yang mengerjakan suluk). tidak kurang dari 40 buah rangkaian syair karangan beliau, terdiri dari beribu bait, ada yang pendek dan ada pula yang panjang-panjang. diantaranya adalah "kitab Nasehat" (Bandinamah), dan sebuah kitab yang mendalam bernama "Percakapan Margasatwa" (Manthik Uth-Thair). buku percakapan margasatwa itulah yang telah mencapai Sang Khalik.
Tersebut dalam buku itu, yang mula-mula sekali ialah pujian terhadap Tuhan, dan salawat kepada Nabi Muhammad SAW.., dan sahabat-sahabat beliau, yang ke semuanya itu memakan tidak kurang dari 600 bait. setelah itu barulah beliau mengkisahkan percakapan burung-burung di rimba, terdiri dari 40 maqalat dan penutup.

JALALUDIN RUMI
Maulana Jalaludin Rumi Muhammad bin Muhammad bin husin Al-Khatbi Al-Bakri. di lahirkan di Balch (Persia) pada tahun 604 H (1217 M). dan meninggal pada tahun 672 H (1273 M). di dalam usia empat tahun beliau dibawa ayahnya ke Asia Kecil yang pada waktu itu lebih di masyhurkan sebagai negeri Rum. itulah sebabnya belia memakai nama Rumi.
Disanalah beliau melukiskan segenap pendirian tasawufnya yang berdasarkan atas Wihdatul Wujud itu. sebagian dari karya-karya beliau ialah sebagai berikut :
"Karamlah aku didalam rindu
Mencari Dia, mendekati Dia.
Dan telah tenggelam pula nenekku dulu,
Dan yang kemudian mengikut pula.

Kalau kukatakan bibirnya
Bagai bibir pantai lautan
Yang luas tak tentu tepinya
Dan jika kukatakan LAA, cucuku ialah ILAA

Aku tertarik bulan oleh huruf
Dan oleh suara pun bukan,
Makin jauh dibelakang dari yang didengar,
Dan difaham

Apa huruf, apa suara, apa guna kau fikirkan itu
Itu hanya duri, yang menyangkut kakimu
Di pintu gerbang taman indah itu
Ku hapuskan kata, huruf dan suara
Dan kakiku langsung menuju ENGKAU".

Merekalah para Ulama besar dalam dunia tasawuf (termasuk Al-Ghazali) di negeri Persia . mungkin masih banyak lagi yang penulis belum ketahui, tapi bisa dikatakan merekalah Ulama-nya para penempuh jalan tasawuf (Alam ruhaniah/hati) di Negeri itu (Persia).

Friday, February 19, 2010

Menuju Kebahagiaan Tertinggi

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi.


Rasa ingin selalu tahu hal yang baru adalah hal yang fitri manusia. Karena ia datang ke dunia ini dengan serba tidak tahu (Laa ta’lamuuna syai-an). Apabila ia dapat mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak ia ketahui, terasalah kepuasan dan kesenangan hati. Sedangkan tingkat kesenangan itu sendiri terbagi menjadi dua tingkat, pertama adalah lazaat, yaitu kepuasaan. Kedua adalah sa’adah, yaitu kebahagiaan.

Semakin banyak yang dapat diketahui, semakin tinggi pula tingkat kepuasan dan semakin mendalam pula kebahagiaannya. Itulah sebabnya orang yang lebih luas ilmu pengetahuannya, lebih merasa berbahagia hatinya.

Lantas dimanakah puncak tertinggi dari kepuasan dan kebahagiaan? Puncaknya yang tertinggi adalah “Ma’rifatullah”, mengenal Allah SWT.

Rasa puas karena mengetahui sesuatu ialah menurut thabi’at kejadian sesuatu itu. Kepuasaan mata ialah karena melihat rupa (sesuatu yang tampak) indah. Kelezatan telinga ialah karena mendengar suara yang merdu. Maka segala indera dalam tubuh, mendapatkan kepuasan karena tercapai pengetahuan itu menurut imbangannya masing-masing.

Nyata indera ialah dari nyalanya jiwa. Sedagkan pusat indera yang sebenarnya ialah hati. Apabila mata melihat yang indah, dan telinga mendengar suara yang merdu, dengan sendirinya timbullah keinginan hati untuk megetahui dari mana asal datangnya, dan siapakah gerangan penciptanya. Maka mengetahui sumber tempat datangnya segala keindahan itu hanyalah semata-mata tugas hati dan (bisa jadi) hanya hati yang bisa menyelaminya.

Maka tidak dapat kita pungkiri lagi bahwasannya puncak dan puncaknya segala keindahan, kepuasan, dan kebahagiaan ialah mengetahui pokok pangkal segala kejadian, pokok pangkal segala keindahan, itulah Allah SWT. Tidak ada yang lain lagi diatas-Nya.

Misalkan, seseorang yang merasa berbahagia bisa berkenalan dengan seorang perdana menteri, tentu kebahagiaan itu akan semakin betambah jika bisa berkenlan dengan seorang raja, dan kebahagiaan itu kan semakin bertambah pula jika bisa berkenalan dengan Rajanya para raja.

Itulah bahagia yang tidak ada kebahagiaan lagi diatasnya. Itulah ujung dari segala kepuasan. Karena tidak yang maujud yang lebih mulia dari itu. Bahkan segala kemuliaan yang maujud, adalah karena kemuliaan-Nya. Ada, karena dikehendaki-Nya. Mari kita timbang baik-baik. Kelezatan, kepuasan dan kebahagiaan yang bagaimana yang didapat dengan indera lahir? Bukankah semua pandangan mata, pendengeran telinga dan indera lahir itu hanya hidup karena masih adanya pertalian diantara tubuh dengan nyawa? Apabila pelita nyawa telah padam, masih dapatkah mata melihat dan telinga mendengar? Bahkan, sakit badan saja pun telah merubah rasa indah pada penglihatan mata dan pendengaran telinga.
“Kadang ingkarlah mata akan cahaya matahari lantaran trakhom. Dan kadang ingkarlah mulut akan sejuknya air, lantaran sakit.”

Keindahan Tuhan hanya dapat dirasai oleh hati. Dan hati tidaklah mati karena kematian tubuh. Bahkan dengan mati itulah dia bertambah kuat. Karena hidup itu pada hakikatnya adalh kegelapan, dan maut itulah terang. Tetapi meskipun hidup itu gelap, dengan mujahadah, dengan perjuangan, dapatlah kita menyeruak kegelapan itu.

"Biarpun gelap alan di sekeliling,
Cahaya bersinar di jiwa kita
Asalkan wajah tidak berpaling,
Menuju hakikat pada Khalik “Sang Pencipta”.


Tidak saja di waktu mati atau tidur saja hati itu terbuka, namun ia (hati) itu tetap terbuka saat bangun, saat sadar, asal ada latihan. Sedangkan latihan itu sendiri ialah menahan nafsu, menahan ghadah (marah), dan segala budi pekerti yang tercela. Maka apabila seorang hamba telah bersuni dengan dirinya, terhentilah perjalanan indera, dan bangunlah indera batinnya. Maka teruskanlah Dzikrullah dengan hati, sebut Dia (Allah SWT), dan jangan pernah di lepaskan. Maka saat itulah tidak ada lagi yang mampu menguasai batin kecuali Tuhan Yang Esa (Allah SWT). Itulah pintu mujahadah, dan saat itulah terbuka “mata hati” kita. Maka pada saat itulah seorang insan mampu menyaksikan sendiri sesuatu yang rahasia yang selama ini belum pernah ia ketahui.

Rahasia kebatinan ini hanya terdapat dalam perbendaharaan Tuhan, dimana akan sulit dicapai oleh seseorang yang masih terbalut oleh pengaruh perbendaan dunia. Hanya dengan hati seseorang mampu melebur menjadi satu kedalam cahaya keindahan abadi yang tak akan pernah padam.
Ya, hanya dengan itu !!!

Friday, February 12, 2010

Arti Tasauf / Tasawuf

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi.


Sebelum abad kedua Hijriyah, mulailah terdengar kata-kata "Tasauf".

Menurut penyelidikan yang seksama, ahli kebatinan yang mula-mula sekali digelari orang "shufi" ialah Abu Hasyim dari kaufah yang meninggal dunia pada tahun 150 H (761 M). kehidupan sehari-hari Abu Hasyim memang mencontoh kesederhanaan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, tidak memperdulikan ikatan-ikatan kemegahan dan kemewahan duniawi, yang batasnya tidak ada, kecuali didalam hati itu sendiri.

Banyak pendapat tentang arti dari kalimat tasauf itu. para ahli penyelidik bangsa eropa pun tidak kurang giatnya menyelidiki hal itu, bahkan konon penyelidikan mereka tentang kehidupan tasauf Islam melebihi dari pada penyelidikannya atas cabang-cabang ilmu ke-Islaman yang lain.

Ada yang berkata bahwasannya kalimat tasauf itu diambil pada kata Shafw, artinya bersih, atau shafaa, artinya bersih juga.

Ada juga yang berpendapat bahwasannya kalimat tasauf itu diambil dari kata "shuffah", yaitu suatu kamar disamping masjid Rasulullah SAW di Madinah, yang disediakan buat sahabat-sahabat rasulullah SAW yang miskin, tetapi kuat imannya, yang makan minum mereka ditanggung oleh orang-orang yang mampu dalam kota Madinah. banyaklah sahabat utama yang pernah tinggal di tempat itu, seperti Abu Dardak, Abu Zarr, Abu Hurairah dan lain-lain.

Ada juga pendapat yang mengambil tasauf dari kata "shaff" yang berarti barisan-barisan shaf seketika sembahyang. sebab orang-orang yang kuat imannya dan murni kebatinannya itu, biasanya sembahyang memilih shaf yang pertama.

Ada pula yang mengambil sandaran pada kalimat "shaufanah" yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu-bulu yang banyak tumbuh di padang pasir tanah Arab, sebab pakaian kaum shufi itu berbulu-bulu sebagaimana buah itu.

Tetapi para peneliti barat seperti Von Harmer mengeluarkan pendapat yang lebih baru. kata mereka, kalimat tasauf itu diambil dari dua kata Yunani, yaitu THEO dan SOFOS. Theo artinya Tuhan, dan Sofos artinya Hikmat, jadi artinya adalah Hikamat ke-Tuhanan (Al Hikamatul Ilahiyah). sebab kata mereka buah pikiran yang telah kitaterangkan panjang lebar diatas tadi, banyak sekali pengaruh filsafat yunani, terutama neo platonisme mempengaruhi jalan pemikiran alam Islami. jadi kalimat itu bukanlah asli bahasa arab, melainkan bahasa yunani yang telah di arabkan.

Tapi sandaran-sandaran ini tidak ada yang mengena sama sekali, sebab kalau sekiranya hendak kita pakai kiasan aturan saraf (tata bahasa) Arab. jika kita katakan shafw, hendaknya penisbahannya dikatakan shafawi, bukan shufi. jika kita ambil dari kata shuffah, maka penisbahannya suffi (dengan tasydid huruf f). lebih-lebih jika kita ambil dari shuffanah, tentu penisbahannya bukan shufi, akan tetapi shufani.

Sekarang, bertambah jauh lagi jika kita ambil dari gabungan kata Theo dan Sofos. sebab sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan yunani dalam kalangan bangsa Arab di saman Al-Ma'mun, Abu Hasyim yang meninggal dunia di tahun 150 H (761 M), telah digelari orang sebagai shufi. adalah Al-Kindi, seorang failasoof yunani, buah tangan dari Plato, Aristoteles dan ajaran Neo platonisme, tentu saja lebih patut digelari shufi (jika sekiranya kata-kata ini diambil dari bahasa yunani. tetapi Abu Hasyim lebih dulu terkenal dengan gelar shufi-nya, dari pada Al-Kindi dengan gelar Failasoof arab-nya.

Kalimat tasauf tetaplah sebagai suatu pengambilan bahasa yang disebut dalam ilmu saraf "bab tafa'ul", yang memfaedahkan bagi shairurah. Tashawwafa, yatashawwafu, tasshawwufan. Tashawwafa'al rajulu (seorang laki-laki telah mentaswwuf, artinya telah berpindah dari kehidupan biasa kedalam kehidupan shufi).

Sebagaimana di dalam tiap-tiap cabang pengetahuan, ahlinya memberi batas (istilah) suatu kata-kata di dalam batasnya yang tentu maka dalam kalangan tasawwuf-pun demikian halnya. kaum shufi telah memberikan beberapa kaidah yang mereka pilih sendiri tentang maksud yang terkandung dalam kalimat tasauf itu.

Basyr bun Al Harits, Al hafi memberi arti tentang tasauf itu:
"Ash-Shufi man shafaa qalbuhu lillahi" (seorang shufi ialah yang telah bersih hatinya, semata-mata hanya karena Allah SWT).
Abu 'Ali Al-Ruzbari, berkata; "seorang shufi ialah yang memakai kain shuf untuk membersihkan jiwa, memberi makan hawanya dengan kepahitan, meletakkan dunia dibawah tempat duduknya, dan berjalan (suluk) menurut contoh Rasulullah SAW"
Shal bin 'Abdullah Al-Turturi, berkata: "orang shufi ialah yang bersih dari pada kekeruhan, penuh dengan fikiran, putus dengan maunsia karena menuju Allah SWT, dan sama baginya harga emas dengan harga pasir".
Ma'ruf Al-karakhi, berkata: "tasawwuf ialah mengambil hakikat, dan putus asa dari apa yang ada dalam tangan sesama makhluk".
Abu Muhammad Al-Jurairai, berkata: "tasauf ialah masuk kedalam budi menurut contoh yang diwariskan oleh Rasulullah SAW dan keluar dari budi yang rendah".
Ruaim, berkata: "tasauf ditegakkan atas tiga perangai. berpegang teguh pada kefakiran, membuktikan kesanggupan berkurban dan meniadakan diri, meninggalkan banyak kepentingan dan banyak pilihan".
Junaid, berkata: "tasauf ialah ingat kepada Allah SWT walaupun dalam beramai-ramai, rindu kepada Allah SWT dan sudi mendengarkan, dan beramai dalam lingkungan mengikuti contoh yang telah diwariskan Raslullah SAW".

Alangkah jauhnya simpang jalan yang kita pilih dengan yang mereka ilih. kita hendak mengupasnya dari segi ilmu pengetahuan, mencari asal usul pengambilan bahasa yang mereka pakai, sandaran logatnya. tetapi bagi mereka bukanlah itu yang penting. tasauf memanglah begitu keadaannya. dia lebih banyak bergantung kepada perasaan, kepada Zauq. dan memang begitulah umumnya perasaan itu, dapat dirasakan dengan halus, tetapi tidak dapat dipegang barangnya dan tidak dapat ditentukan tempatnya. dalam segala ta'rif atau definisi yang mereka kemukakan, adalah penuh perasaan yang tinggi, penuh keindahan dan budi. penuh rasa ni'mat yang dialami jiwa karena Fanaa, atau lenyapnya diri sendiri dari yang lain dan tenggelam pada sebuah rasa yang berdekatan dengan Tuhan.

Dan sebagai kesimpulan dari semau itu, Al-Junaid, yang terhitung sebagai salah seorang imam besar dalam hal tasauf mengemukakan lagi arti tasauf. "tasauf ialah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan kelemahan pengaruh budi asal kita (insting), memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung kepada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasehat kepada sesama umat manusia, memegang teguh janji dengan allah SWT dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasulullah SAW dalam hal syari'at".